Eni Setiawati
12516338
1PA12
Mitos-Mitos
di Yogyakarta
Pada
kesempatan kali ini saya diberikan tugas untuk menceritakan beberapa mitos yang
berasal dari daerah asal saya. Berhubung saya orang keturunan suku Jawa,
tepatnya berasal dari Yogyakarta, maka saya akan berusaha untuk menceritakan
beberapa mitos yang pernah saya dengar beserta sumbernya.
Yogyakarta,
ya kota yang terkenal dengan kebudayaannya yang masih sangat kental. Banyak
sekali ritual- ritual yang ditunaikan oleh masyarakat di kota ini, meskipun modernisasi
telah masuk dan mendominasi, namun kebudayaan tersebut tak pernah terkikis oleh
kemajuan zaman. Seakan telah menjadi ciri khas dari kota budaya tersebut. Kentalnya
kebudayaan yang masih terjaga hingga saat ini yang kita kenal dengan istilah
kejawen. Dalam budaya kejawen masih mempercayai adanya makhluk gaib yang hidup
bersama-sama bahkan dapat berinteraksi dengan manusia.
Di
Yogyakarta banyak cerita mitos yang beredar terkait dengan suatu tempat atau
kejadian. Meskipun banyak juga mitos yang berhubungan dengan tata krama,
kebiasaan dan adab-adab dalam bersosialisasi. Namun saya akan banyak mengupas
mitos yang berhubungan dengan suatu tempat atau kejadian. Diantaranya yaitu:
1. Jangan
mengenakan baju hijau saat berkunjung ke Pantai Selatan!
Mitos yang satu ini
sangat sering saya dengar, bahkan sejak saya masih anak-anak, sampai-sampai
saya lupa kapan dan siapa yang pertama kali menceritakan mitos ini pada saya.
Yang jelas, mitos ini termasuk salah satu cerita yang saya percayai di masa
kecil dan membuat saya tidak dapat tertidur nyenyak setelah mendengarnya. Ya,
jangan pernah memakai pakaian berwarna hijau jika tidak ingin terseret ganasnya
ombak Pantai Selatan. Pantai Selatan di kawasan Jogja selalu identik dengan
sosok ratu penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul. Konon, jika kita bermain air
atau berenang dengan mengenakan pakaian berwarna hijau, ombak yang datang akan
menjadi lebih besar dan berpotensi menarik orang tersebut ke tengah laut.
Karena sang ratu dikabarkan menyukai warna hijau. Masyarakat sekitar percaya
jika orang yang terseret ombak ke tengah laut akan dijadikan sebagai budak sang
ratu. Meskipun secara ilmiah telah dibuktikan jika penyebab ombak besar di
Pantai Selatan adalah akibat dari bentuk geografis dasar pantai, namun masih
banyak masyarakat yang mempercayai mitos tersebut hingga saat ini.
2. Mitos
Pulung Gantung.
Cerita
ini berasal dari daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Saya mengetahuinya dari bulik
(tante) saya yang bertempat di Wonosari, salah satu kecamatan yang ada di
kabupaten Gunung Kidul. Beliau menceritakan dimana setiap ada pulung gantung,
pasti ada orang yang meninggal dengan cara gantung diri. Pulung gantung
berwujud sinar merah yang keluar dari permukaan bukit di wilayah ini dan
meluncur menuju ke salah satu rumah warga. Masyarakat setempat percaya bahwa
rumah yang kejatuhan pulung gantung tersebut maka penghuninya akan meninggal
dengan cara gantung diri pada hari berikutnya.
3. Beringin
Kembar di Alun-Alun Kidul.
Mitos
yang paling populer dari Yogyakarta hingga saat ini. Yang saya ingat dari
beringin kembar di alun-alun jogja adalah ramainya pengunjung. Ya, karena
setiap kali saya berkunjung ke sana atau sekedar melintasi kawasan tersebut
selalu saja ramai. Semakin malam semakin menambah keindahan kawasan tersebut
meskipun pada realitanya hanyalah lapangan yang menghampar luas yang dihiasi
oleh dua pohon beringin yang terlihat serupa. Yang menjadikannya terlihat indah
tak lain berasal dari gemerlap lampu penerang jalan serta andong atau bemo yang
dihiasi lampu kerlap-kerlip yang lalu lalang mengitari alun-alun. Mitos ini
saya ketahui ketika saya berkunjung ke Keraton Yogyakarta enam tahun silam
dengan sumber salah satu abdi dalem keraton. Konon, hanya orang yang berpikiran
dan berhati bersih yang mampu melewati jalan di antara dua pohon beringin
raksasa yang ada di tengah area Alun-Alun Kidul dengan mata tertutup. Orang
yang punya pikiran buruk diyakini akan gagal dan dibuat bingung hingga berjalan
dengan berbelok arah tanpa mereka sadari. Banyak juga yang percaya bahwa
berhasil melewati beringin kembar itu dengan mata tertutup, maka segala
keinginan akan tercapai. Hingga kini, kawasan tersebut masih populer dengan
banyaknya orang yang berlomba-lomba untuk membuktikan kebenaran mitos tersebut.
Saya pribadi kurang begitu tertarik untuk mencoba membuktikan mitos tersebut
secara langsung, karena selain kawasannya yang memang selalu ramai dan jarang
sepi, juga karena melihat orang yang mencoba berjalan dengan mata tertutup saja
sudah melelahkan dan tentu saja akan menjadi pusat perhatian orang-orang
sekitar hehe.
4. Mitos
Manuk Bence dan Cul.
Cerita
ini saya dengar dari Mbah Uti (nenek) saya. Manuk atau burung Bence, yang
kedatangannya ditandai dengan suara kicauannya pada tengah malam, dijadikan
tanda akan adanya bahaya, kematian, bencana, dll. Sedangkan burung Culi,
dijadikan tanda bahwa ada jenazah yang tali kain kafannya belum dilepas,
sehingga jenazah tersebut meminta untuk diculi (dilepaskan). Sampai saya
menulis cerita ini, saya belum pernah melihat secara langsung seperti apa wujud
kedua burung itu, karena saya kurang begitu paham apakah kedua burung tersebut
memang benar-benar ada atau hanya orang-orang tertentu saja yang bisa
melihatnya.
5. Berfoto
dan Memeluk Tugu Jogja akan Membawamu Kembali ke Kota Ini.
Tugu
yang merupakan ikon kota Jogja ini juga memiliki cerita mitos ternyata. Banyak
orang yang percaya jika bisa berfoto tepat di depan Tugu Jogja, maka suatu saat
akan kembali lagi menginjakkan kaki ke kota ini. Ada juga mitos lain yang
berpendapat bahwa dengan memeluk bagian dari Tugu ini akan membuat mahasiswa
melewati masa kuliahnya dengan cepat, maka tak heran jika malam hari tugu ini
diramaikan oleh sekumpulan anak-anak remaja yang sedang berfoto dan berpose
mencoba memeluk tugu, karena bisa saja mereka menyimpan harapan besar untuk
dengan segera menyelesaikan kuliahnya. Saya tidak pernah berniat untuk berfoto
hingga memeluk tugu karena pada kenyataannya saya akan tetap kembali ke kota
ini paling tidak setiap tahunnya ketika hari raya tiba.
Itulah
beberapa mitos yang bisa saya ceritakan. Mengenai kebenaran yang ada pada mitos
tersebut saya tidak dapat menyimpulkannya secara gamblang karena mitos sendiri
telah menjadi bagian dari kebudayaan di setiap daerah. Jika ditanya tanggapan
saya mengenai mitos itu sendiri, saya tidak meyakini kebenaran yang ada dalam sebuah
mitos. Karena tidak ada keterangan yang jelas di dalam kitab suci mengenai
keyakinan terhadap anjuran, mempercayai kesakralan suatu tempat, serta
mengaitkan antar kejadian yang terdapat dalam mitos. Yang mana saya meyakini
segala sesuatu yang terjadi di alam semesta merupakan sebuah takdir TuhanJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar