Senin, 20 Maret 2017

Matematika dan Ilmu Alamiah Dasar 2#

Eni Setiawati
12516338
1PA12

Mitos-Mitos di Yogyakarta
Pada kesempatan kali ini saya diberikan tugas untuk menceritakan beberapa mitos yang berasal dari daerah asal saya. Berhubung saya orang keturunan suku Jawa, tepatnya berasal dari Yogyakarta, maka saya akan berusaha untuk menceritakan beberapa mitos yang pernah saya dengar beserta sumbernya.
Yogyakarta, ya kota yang terkenal dengan kebudayaannya yang masih sangat kental. Banyak sekali ritual- ritual yang ditunaikan oleh masyarakat di kota ini, meskipun modernisasi telah masuk dan mendominasi, namun kebudayaan tersebut tak pernah terkikis oleh kemajuan zaman. Seakan telah menjadi ciri khas dari kota budaya tersebut. Kentalnya kebudayaan yang masih terjaga hingga saat ini yang kita kenal dengan istilah kejawen. Dalam budaya kejawen masih mempercayai adanya makhluk gaib yang hidup bersama-sama bahkan dapat berinteraksi dengan manusia. 
Di Yogyakarta banyak cerita mitos yang beredar terkait dengan suatu tempat atau kejadian. Meskipun banyak juga mitos yang berhubungan dengan tata krama, kebiasaan dan adab-adab dalam bersosialisasi. Namun saya akan banyak mengupas mitos yang berhubungan dengan suatu tempat atau kejadian. Diantaranya yaitu:
1.         Jangan mengenakan baju hijau saat berkunjung ke Pantai Selatan!
Mitos yang satu ini sangat sering saya dengar, bahkan sejak saya masih anak-anak, sampai-sampai saya lupa kapan dan siapa yang pertama kali menceritakan mitos ini pada saya. Yang jelas, mitos ini termasuk salah satu cerita yang saya percayai di masa kecil dan membuat saya tidak dapat tertidur nyenyak setelah mendengarnya. Ya, jangan pernah memakai pakaian berwarna hijau jika tidak ingin terseret ganasnya ombak Pantai Selatan. Pantai Selatan di kawasan Jogja selalu identik dengan sosok ratu penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul. Konon, jika kita bermain air atau berenang dengan mengenakan pakaian berwarna hijau, ombak yang datang akan menjadi lebih besar dan berpotensi menarik orang tersebut ke tengah laut. Karena sang ratu dikabarkan menyukai warna hijau. Masyarakat sekitar percaya jika orang yang terseret ombak ke tengah laut akan dijadikan sebagai budak sang ratu. Meskipun secara ilmiah telah dibuktikan jika penyebab ombak besar di Pantai Selatan adalah akibat dari bentuk geografis dasar pantai, namun masih banyak masyarakat yang mempercayai mitos tersebut hingga saat ini.

2.         Mitos Pulung Gantung.
            Cerita ini berasal dari daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Saya mengetahuinya dari bulik (tante) saya yang bertempat di Wonosari, salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Gunung Kidul. Beliau menceritakan dimana setiap ada pulung gantung, pasti ada orang yang meninggal dengan cara gantung diri. Pulung gantung berwujud sinar merah yang keluar dari permukaan bukit di wilayah ini dan meluncur menuju ke salah satu rumah warga. Masyarakat setempat percaya bahwa rumah yang kejatuhan pulung gantung tersebut maka penghuninya akan meninggal dengan cara gantung diri pada hari berikutnya.

3.         Beringin Kembar di Alun-Alun Kidul.
            Mitos yang paling populer dari Yogyakarta hingga saat ini. Yang saya ingat dari beringin kembar di alun-alun jogja adalah ramainya pengunjung. Ya, karena setiap kali saya berkunjung ke sana atau sekedar melintasi kawasan tersebut selalu saja ramai. Semakin malam semakin menambah keindahan kawasan tersebut meskipun pada realitanya hanyalah lapangan yang menghampar luas yang dihiasi oleh dua pohon beringin yang terlihat serupa. Yang menjadikannya terlihat indah tak lain berasal dari gemerlap lampu penerang jalan serta andong atau bemo yang dihiasi lampu kerlap-kerlip yang lalu lalang mengitari alun-alun. Mitos ini saya ketahui ketika saya berkunjung ke Keraton Yogyakarta enam tahun silam dengan sumber salah satu abdi dalem keraton. Konon, hanya orang yang berpikiran dan berhati bersih yang mampu melewati jalan di antara dua pohon beringin raksasa yang ada di tengah area Alun-Alun Kidul dengan mata tertutup. Orang yang punya pikiran buruk diyakini akan gagal dan dibuat bingung hingga berjalan dengan berbelok arah tanpa mereka sadari. Banyak juga yang percaya bahwa berhasil melewati beringin kembar itu dengan mata tertutup, maka segala keinginan akan tercapai. Hingga kini, kawasan tersebut masih populer dengan banyaknya orang yang berlomba-lomba untuk membuktikan kebenaran mitos tersebut. Saya pribadi kurang begitu tertarik untuk mencoba membuktikan mitos tersebut secara langsung, karena selain kawasannya yang memang selalu ramai dan jarang sepi, juga karena melihat orang yang mencoba berjalan dengan mata tertutup saja sudah melelahkan dan tentu saja akan menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar hehe.

4.         Mitos Manuk Bence dan Cul.
            Cerita ini saya dengar dari Mbah Uti (nenek) saya. Manuk atau burung Bence, yang kedatangannya ditandai dengan suara kicauannya pada tengah malam, dijadikan tanda akan adanya bahaya, kematian, bencana, dll. Sedangkan burung Culi, dijadikan tanda bahwa ada jenazah yang tali kain kafannya belum dilepas, sehingga jenazah tersebut meminta untuk diculi (dilepaskan). Sampai saya menulis cerita ini, saya belum pernah melihat secara langsung seperti apa wujud kedua burung itu, karena saya kurang begitu paham apakah kedua burung tersebut memang benar-benar ada atau hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihatnya.

5.         Berfoto dan Memeluk Tugu Jogja akan Membawamu Kembali ke Kota Ini.
            Tugu yang merupakan ikon kota Jogja ini juga memiliki cerita mitos ternyata. Banyak orang yang percaya jika bisa berfoto tepat di depan Tugu Jogja, maka suatu saat akan kembali lagi menginjakkan kaki ke kota ini. Ada juga mitos lain yang berpendapat bahwa dengan memeluk bagian dari Tugu ini akan membuat mahasiswa melewati masa kuliahnya dengan cepat, maka tak heran jika malam hari tugu ini diramaikan oleh sekumpulan anak-anak remaja yang sedang berfoto dan berpose mencoba memeluk tugu, karena bisa saja mereka menyimpan harapan besar untuk dengan segera menyelesaikan kuliahnya. Saya tidak pernah berniat untuk berfoto hingga memeluk tugu karena pada kenyataannya saya akan tetap kembali ke kota ini paling tidak setiap tahunnya ketika hari raya tiba.


            Itulah beberapa mitos yang bisa saya ceritakan. Mengenai kebenaran yang ada pada mitos tersebut saya tidak dapat menyimpulkannya secara gamblang karena mitos sendiri telah menjadi bagian dari kebudayaan di setiap daerah. Jika ditanya tanggapan saya mengenai mitos itu sendiri, saya tidak meyakini kebenaran yang ada dalam sebuah mitos. Karena tidak ada keterangan yang jelas di dalam kitab suci mengenai keyakinan terhadap anjuran, mempercayai kesakralan suatu tempat, serta mengaitkan antar kejadian yang terdapat dalam mitos. Yang mana saya meyakini segala sesuatu yang terjadi di alam semesta merupakan sebuah takdir TuhanJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Matematika dan Ilmu Alamiah Dasar Tugas 9

Nama  : Intan Justitia Dewi Top of Form Bottom of Form Kelas  : I PA 12 NPM  : 18516337 The Great Blue Hole, Jurang Terdalam ...