Nama : Intan Justitia Dewi
Kelas : 1 PA 12
NPM : 18516337
1. Pengertian
dari manusia dan keadila, menurut pendapat Anda!
Manusia adalah Mahkluk
sosial yang di ciptakan oleh Tuhan dengan sempurna. Sehingga memiliki akal
pikiran untuk berfikir secara logis dan dinamis, selain itu manusia juga
memiliki perasaan saling menyayangi kepada makhluk tuhan lainnya untuk menjalankan
kehidupan sehari hari. Karena manusia makhluk sosial sehingga mereka tidak bisa
hidup tanpa bantuan orang lain.
keadilan (iustitia) berasal dari kata "adil" yang
berarti: tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar,
sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan
bahwa pengertian
keadilan adalah semua hal yang berkenan dengan
sikap dan tindakan dalam hubungan antarmanusia, keadilan berisi sebuah tuntutan
agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan kewajibannya,
perlakukan tersebut tidak pandang bulu atau pilih kasih; melainkan, semua orang
diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya.
2. Carilah
sebuah kasus yang berkaitan dengan manusia, kebudayaan, dan keadilan. (kasus
dalam kehidupan nyata atau dalam sebuah film)
a. Cantumkan
Judul kasusnya.
Ketidak meratanya pendidikan dan fakta
bahwa belum semua anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak.
b. Buatlah
sinopsis dari kasus yang akan dibahas.
Denia; Senandung
Diatas Awan
Film
ini mengisahkan sebuah perjalanan hidup seorang anak kecil dalam menggapai
cita-cita dan impiannya. Usia anak itu adalah usia anak Sekolah Dasar.
Kira-kira sembilan sampai dua belas tahunan. Ia hidup dalam lingkungan
masyarakat suku Boneo. Tepatnya di daerah Papua, Irian Jaya. Nama anak itu
adalah Denias. Ia tergolong seorang anak dari keluarga miskin. Meskipun
demikian, ia memiliki cita-cita dan impian yang tinggi, yaitu bersekolah. Di daerahnya
tidak ada lembaga sekolah secara resmi dan layak dijadikan sarana belajar dan
pembelajaran. Selama itu, ia dan anak-anak kampung yang lain bersekolah di
sebuah Honei. Yaitu sebuah bangunan rumah yang saat itu dijadikan tempat
belajar darurat yang kondisinya sangat memprihatinkan. Denias merupakan seorang
anak yang pandai, cekatan, berbakti kepada orang tua, serta berobsesi tinggi.
Di sekolah dan di lingkungan bermain, ia memiliki seorang teman yang selalu
mencuranginya dan berbuat tidak baik kepadanya. Dia adalah Noel. Suatu ketika,
saat di sekolah,mereka sempat berkelahi. Hal itu disebabkan oleh Noel yang
bersikap curang dan culas saat bermain. Sebagai anak orang yang miskin, Denias
berani melawan siapapun demi kebenaran, tak perduli dengan siapa ia berhadapan.
Hal itu ia tunjukan kepada Noel yang notabenenya adalah anak seorang Kepala
Suku yang bermartabat tinggi dan diyakini memiliki kekuatan supranatural di
kampungnya.
Pada mulannya Denias dan teman-temannya di Honei tersebut diajar
oleh seorang guru yang berasal dari Jawa. Ia terlihat cerdas dibanding dengan
teman-temannya yang lain. Ia rajin dalam bersekolah. Bersekolahnya Denias itu
tidak cukup lama. Karena Istri guru tersebut sakit keras di Jawa, ia akhirnya
pulang ke Jawa. Honei itupun sekarang sepi. Sesepi hati Denias. Tidak ada yang
bersekolah lagi. Denias bingung. Harus kemana lagi ia akan bersekolah. Ia
kemudian menemui seorang tentara RI yang bernama Pak Leo. Itu panggilan yang
dilakukan oleh Denias kepada tentara itu. Sebenarnya namanya bukan Pak Leo.
Yang benar adalah Maleo. Yaitu suatu nama untuk satu korps pasukan khusus TNI
yang di tugaskan di kepulauan Irian Jaya. Pasukan itu terdiri dari cukup banyak
orang. Namun yang di tugaskan di daerah Denias hanya satu orang itu saja. Denis
kemudian mencurahkan isi hatinya yang merasa kalut sebab tidak dapat bersekolah
lagi. Mendengar keluhan tersebut, Pak Leo pun hatinya tersentuh. Ia kemudian
memutuskan diri untuk mengajar Denias dan teman-temannya di Honei itu.
Denias
memang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Hal itu dilakukannya
sehari-hari. Suatu ketika ibunya terjatuh sebab kondisi kesehatannya yang
kurang membaik. Melihat hal itu, Denias langsung sigap menghampirinya dan
menolongnya. Ia berteriak histeris. Kebaktiannya terlihat sangat mendalam saat
ia berkenan merawat ibunya. Dengan tulus dan ikhlas ia merawatnya. Beberapa
saat kemudian ibunya pun tertidur. Saat itu Denias tiba-tiba dipanggil oleh
beberapa orang temannya. Yang namannya pasti pernah melakukan kesalahan dan
keteledoran. Apalagi seorang anak kecil seusia Denias. Denias dipanggil dan
rencanannya diajak berburu ke hutan. Ia dipaksa ikut oleh teman-temannya. Ia
bingung. Ia berada dalam sebuah dilema antara merawat ibunya dengan paksaan
teman-temannya. Melihat ibunya yang sedang tidur pulas, rasa solidaritasnya
muncul. Ia kemudian bersedia berburu ke hutan bersama teman-temannya. Namun
sungguh naas, ia lupa bahwa sebelum berangkat berburu, ia menggantungkan
bajunya di atas perapian dekat ibunya yang sedang tidur pulas. Baju tersebut
kemudian terjatuh ke perapian. Api yang tadinya kecil kini menjadi besar oleh
baju itu. ibunya tidak menyadari hal itu sebab sedang tidur. Kobaran api itu
semakin membesar dan membakar rumah begitu juga ibunya. Denias melihat dari
kejauhan ada rumah yang terbakar. Ia memastikan bahwa arah rumah tersebut
adalah rumahnya. Ia lalu berlari dari hutan untuk pulang. Sesampainya di rumah,
ia dikejutkan oleh kondisi fisik ibunya. Ibunya meninggal sebab terbakar api.
Tubuhnya hangus. Derai air mata tak sanggup tertahan. Ia mengalami sok berat
selama beberapa hari. Ia hanya bisa bermurung durja, meski ayahnya kerap
menasehati dan memotivasinya. Pak Leo pun juga menasehatinya dan memberi
semangat hidup yang baru kepada Denias. Akhirnya ia pun dapat menikmati hari-harinya
dengan ceria lagi. Dan bersekolah lagi. Denias kembali belajar bersama-sama
dengan temannya. Ia bersemangat. Tapi semangatnya itu tidak didukung oleh orang
tuanya. Ia kerap dilarang untuk bersekolah. Ia disuruh membantu bapaknya di
rumah. Dalam kondisi semacam itu, semangatnya tidak kunjung padam. Ia
bersekolah dengan sembunyi-sembunyi dari bapaknya.
Tidak lama kemudian, honei
itu roboh dan hancur oleh gempa bumi. Denias dan teman-temannya tidak punya
tempat sekolah lagi. Pak Leo lalu berinisiatif untuk membangun tempat sekolah
yang sangat sederhana. Yang penting dapat dijadikan tempat belajar dan
pembelajaran. Pembangunan tempat itu ternyata mendapat hujatan dari beberapa
warga dan kepala suku. Tempat itu dilarang berdiri di sana. Tidak lama dari
kejadian itu, Pak Leo pun dipindahtugaskan dari kampung enias. Kini Denias
kembali dirundung duka sebab tidak dapat belajar dan bersekolah lagi. Dalam
kondisi semacam itu, Denias terobsesi oleh kata-kata Pak Leo bahwa di balik
gunung ada tempat sekolah. Tepatnya di kota. Denias hatinya merasa terpanggil.
Ia kemudian memutuskan diri untuk meningalkan kampung halamannya dan juga orang
tuanya. Ia pergi dengan sembunyi-sembunyi. Ia melewati gunung dan lembah untuk
sampai ke kota. Ia berlari kencang untuk segera sampai di kota. Sungguh jauh
tempat yang ditempuh Denias, namun tidak menyurutkan api semangatnya untuk
bersekolah. Sesampainya di kota, mendapat seorang teman yang bernama Enos. Ia
adalah gelandangan. Untuk sementara waktu, Denias tinggal bersama Enos di
pingguran jalan. Ia kemudian pergi kesekolah yang dimaksud. Di sana ia bertemu
dengan Bu Sam. Seorang wanita cantik dan berbudi luhur. Bu Sam menanyakan
tujuan Denias datang ke sekolah itu. setelah panjang lebar dijelaskan, Bu Sam
pun tahu maksud dan tujuan Denias ke tempat itu. yaitu tidak lain untuk
bersekolah. Bu Sam dalam dilema. Berdasarkan aturan sekolah yang ada, Denias
tidak dapat masuk di sekolah tersebut. Hal itu disebabkan Denias tidak punya
cukup uang untuk biaya sekolah. Lebih dari itu, Denias tidak memiliki buku
raport. Bu Sam berusaha keras untuk bisa memasukkan Denias ke sekolah tersebut.
Ia mensosialisasikannya kepada semua guru dan pengurus sekolah. Dan untuk
sementara waktu, Denias tinggal di rumah Bu Sam. Namun tidak lama. Ia kemudian
tinggal di asrama sekolah. Bu Sam berjanji kepada Denias bahwa ia akan dapat
masuk di sekolah itu. Selama berada di lingkungan sekolah, denias bertemu
dengan seorang anak gadis yang berama Angel. Ia baik hati. Ia berteman akrab
dengan Denias. Hal itu menyebabkan hati Noel sakit. Dan saat itulah Denias tahu
bahwa Noel juga sekolah di tempat itu. Denias mendapat syarat dari Bu Sam,
bahwa jika ia ingin diterima bersekolah di tempat itu, ia tidak boleh nakal dan
membuat ulah. Meski ia mendapat perlakuan kurang baik dari teman-temannya, ia
harus dapat menahan emosinya. Ia harus mengalah jika ingin diterima. Saat
inilah perjuangan keras Denias diuji. Di sekolah dan di asramah itu, ia masih
tetap sama seperti di kampungnya. Ia masih mendapat perlakukan yang tidak baik
dan culas dari Noel. Kini ia harus sabar dan tidak menanggapi segala perlakuan
Noel. Ia bahkan sempat dihajar habis-habisan oleh Noel dan teman-temannya tanpa
ada alasan yang jelas. Demi bisa diterima sekolah di tempat itu, ia rela
dipukuli dan tidak membalasnya. Bukanya dia tidak berani dengan Noel dan
teman-temannya. Demi impian dan cita-citanya, ia harus besabar. Saat di asrama,
Noel juga bersikap sama. Ia bahkan lebih kejam. Ia membuat peraturan sendiri
untuk tidak memperkenankan teman-temannya memberi tempat tidur pada Denias.
Tempat tidur yang semestinya diperuntukkan Denias ia ambil alih. Sedangkan
tempat tidurnya dibiarkan kosong. Denias dalam setiap malamnya selalu tidur di
lantai tanpa alas suatu apapun. Dengan kondisi seperti itu, denias akhirnya
jatuh sakit. Tapi tidak lama kemudian dia sembuh.
Di sekolah itu Denias masih
belum diterima sebagai murid. Ia di sana difungsikan sebagai pelayan kantin.
Melayani seluruh siswa yang sedang makan dan berjajan di sana. Suatu ketika,
saat jam istirahat dan makan, denias mengantarkan hidangan kepada siswa-siswa
tersebut. Denias dalam menjalankan tugasnya kembali mendapat perlakuan yang
kurang baik dari Noel. Denias dijatuhkan oleh Noel, denias tidak
menghiraukannya, tapi Noel malah mengajaknya berkelahi. Denias maunya dipukul
oleh Noel, tapi kali ini ia sedikit membela diri. Piring yang masih ada di
genggaman tangannya, ia jadikan alat untuk menangkis pukulan Noel. Tangan Noel
pun patah dan berdarah sebab menghantam piring. Denias merasa bersalah. Dalam
hatinya, terbersit rasa salah yang begitu besar. Ia beranggapan bahwa telah
melanggar nasehat Bu Sam. Dan ia pasti tidak akan diterima bersekolah di tempat
itu. ia kemudian berlari kencang keluar. Entah kemana ia pergi. Sungguh jauh ia
berlari. Bu Sam mencarinya kesana-kemari, namun tidak kunjung menemukannya.
Denias pada saat itu berencana untuk kembali ke kampung halamannya. Ia putus
asa. Ia merasa bahwa impian dan cita-citanya untuk bersekolah kini telah pupus
oleh satu kesalahan yang dilakukannya, yaitu dengan melukai Noel. Denias adalah
anak yang berbudi baik. Ia tidak lupa dengan orang yang menolongnya. Dalam
kepedihan hati dan keputusasaannya, ia masih menyempatkan diri berpamitan
kepada Bu Sam. Ia berpamit untuk pulang ke kampung halamannya. Saat itulah,
Denias mendapat kabar gembira dari Bu Sam, bahwa ia diterima bersekolah di
tempat itu. Hati Denias berbunga-bunga. Impian dan cita-citanya kini tercapai
juga. Ia pun mengurungkan niatnya untuk pulang ke kampung halamannya. Ia
bersekolah dan mulai mengukir masa depannya. Denias menari di atas awan.
c. Analisislah
apa yang menjadi akar permasalahan dalam kasus tersebut.
Film yang diangkat dari kisah nyata ini
menceritakan perjuangan
seorang anak Papua yang bernama Denias yang dengan segala macam cara mencoba
untuk meraih pendidikan yang layak. segala macam cara mencoba untuk
meraih pendidikan yang layak di daerah pedalaman papua. Dari sinopsis tersebut
digambarkan tentang masih sulitnya mendapatkan pendidikan yang layak di daerah
paling timur Indonesia ini. Digambarkan bahwa sekolah-sekolah dipedalaman masih
terbuat dari kayu dan roboh saat terkena gempa. Ini menunjukan betapa masih
kurangnya sarana dan prasarana pendidikan di daerah Papua, khususnya di daerah
pedalaman.
Guru yang mengajar disana pun adalah
guru yang dikirimkan dari Jawa dan bukanlah guru tetap yang dapat terus
mengajar disana. Walau kenyataannya seperti itu, tetapi seorang anak yang
bernama Denias tetap semangat agar dapat bersekolah walaupun ayahnya sendiri melarang
dengan keras Denias untuk sekolah. Hal mengenai kesejahteraan masyarakat
seperti itu seharusnya ditangani oleh pemerintah karena mereka yang lebih
bertanggungjawab. Hal tersebutlah yang menjadi pertanyaan saya. Dimanakah peran
pemerintah dalam menjalankan tugasnya untuk mensejahterakan masyarakatnya
khususnya dalam hal ini adalah pendidikan. Tanggungjawab untuk menyediakan
sekolah yang layak dan merata untuk di wilayah Papua termasuk di wilayah
pedalaman sekalipun. Bukankah di UU Sisdiknas Pasal 6 ayat (1), sudah
disebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima
belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Tetapi sayangnya pasal tersebut
tidak berlaku dikenyataannya. Mungkin sampai saat ini masih banyak
“Denias-Denias” lain diluar sana yang masih memperjuangkan haknya untuk
mendapatkan pendidikan yang layak.
d. Keadilan
seperti apa yang diterapkan dalam kasus tersebut.
Masih ada orang yang mau ikut membantu
memperjuangkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Sehingga denias
dapat bersekolah lagi untuk menggapai cita-citanya.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar