MANUSIA DAN KEADILAN
NAMA
: MIA AYU MUSAROFAH
NPM : 14516389
Manusia dan
keadilan adalah hubungan yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Keadilan itu sendiri berasal dari kata adil yang
berarti perlakuan seimbang antara hak dan kewajiban. Adil bukan berarti sama
rata, tetapi adil adalah proporsional. Contohnya ada dua orang anak, anak
pertama berumur 15 tahun dan anak kedua berumur 5 tahun, apakah adil jika kedua
anak tersebut sama-sama diberi uang Rp20.000? lebih adil mana dengan anak
pertama diberi uang Rp20.000 sedangkan anak kedua diberi uang Rp5.000? tentu yang
kedua bukan? Karena nilai yang diberikan disesuaikan dengan umur dan kebutuhannya.
Keadilan adalah keadaan apabila setiap orang memperoleh haknya.
SINOPSIS FILM
THE BOY IN THE STRIPED
PYJAMAS (2008)
Sekitar tahun 2008 lalu, film yang
diangkat dari novel tahun 2006 yang berjudul sama ini dirilis. Film ini berkesan bagi saya sehingga saya
ingin berbagi mengenai kisahnya yang begitu menyentuh hati. Film dari Miramax
ini mengambil setting di masa Perang Dunia ke-2, saat Adolf Hitler masih
berkuasa. Seorang anak bernama Bruno, hidup dalam keluarga kaya yang bisa hidup
nyaman walaupun Jerman saat itu ada dalam bayang-bayang Nazi karena sang ayah
adalah tentara Nazi yang cukup berpengaruh bahkan mendapat promosi jabatan
sebagai komandan sehingga mereka sekeluarga harus pindah dari Berlin, tempat asal
keluarga tersebut.
Bruno, yang sangat merasa nyaman
tinggal di Berlin, merasa sedih saat dia dan keluarganya harus pindah rumah dan
harus tinggal di rumah baru yang letaknya cukup terpencil. Pekerjaan baru ayah
Bruno, Ralf, adalah mengepalai kamp kerja Yahudi yang letaknya di berada di
belakang rumah baru mereka. Bruno adalah
anak berusia 8 tahun yang memiliki daya khayal tinggi dan hobi membaca buku
petualangan. Ia merasa bosan karena harus belajar homeschooling bersama kakak
perempuannya, Gretel, dan ia juga tidak punya teman di rumah barunya. Bruno
nekat pergi ke belakang rumah mereka walaupun sebenarnya orangtuanya pernah
melarangnya. Setelah melewati hutan kecil, akhirnya Bruno sampai di kamp
Yahudi. Di balik pagar yang bermuatan listrik di kamp, dia melihat anak
sebayanya bernama Schmuel, anak Yahudi yang juga penghuni kamp itu. Schmuel
memang sering menyendiri di dekat pagar kamp. Akhirnya, dari situlah pertemanan
dua anak ini dimulai, meski persahabatan mereka kemudian dijalin secara
rahasia. Bruno diam-diam sering mengunjungi Schmuel, membawakannya makanan,
bahkan bermain bersama. Persahabatan mereka dijalin dengan sangat unik karena
mereka berteman dengan berbatas pagar kawat dengan listrik bertegangan tinggi
tersebut. Bruno, dengan pemikiran lugunya, tidak mengerti mengapa Schmuel harus
tinggal di kamp, yang awalnya dia kira adalah pertanian. Dia juga tidak paham
mengapa Schmuel dan orang-orang lainnya di kamp kerja harus menggunakan baju
bergaris yang ia kira piyama, dan di baju tersebut tercantum nomor yang
sebenarnya nomor tahanan. Ia juga tidak tahu mengapa ada bau busuk yang tercium
hingga ke rumahnya, yang berasal dari perapian besar di kamp. Padahal, bau
busuk itu berasal dari orang-orang Yahudi yang dibakar hidup-hidup. Walaupun
pada akhirnya Bruno mulai mengerti bahwa Schmuel adalah bangsa Yahudi yang
seharusnya menjadi musuh negaranya, namun ia tetap bersahabat dengan Schmuel,
karena menurutnya, Schmuel bukan orang jahat seperti yang diajarkan oleh
gurunya, kakaknya, dan ayahnya. Persahabatan mereka pun terus terjalin sampai
suatu saat Bruno memberitahu Schmuel bahwa ia harus pindah rumah lagi. Dia akan
tinggal bersama kakak dan ibunya di tempat bibi mereka. Hal ini dikarenakan
sang ibu menderita tekanan mental karena tidak tahan dengan sikap suaminya yang
merahasiakan pembakaran orang-orang Yahudi di kamp. Schmuel juga sedang
bersedih karena ayahnya yang juga tinggal di kamp bersamanya pergi kerja paksa
bersama beberapa pria lainnya, namun ternyata sang ayah tidak pernah pulang ke
kamp. Bruno berjanji membantu Schmuel mencari ayahnya di kamp, sebagai upaya
terakhirnya sebelum pindah rumah. Dengan menggali lubang di bawah pagar kawat
dan baju “piyama” yang diberikan Schmuel, Bruno berhasil menyusup masuk ke
dalam kamp. Namun, sebelum mereka berhasil bertemu ayah Schmuel, kedua anak itu
justru dipaksa ikut dalam barisan tahanan Yahudi lainnya, dan mereka pun
digiring ke dalam perapian raksasa. Ending fim ini memang sangat menyedihkan,
dimana kedua bocah malang yang polos itu akhirnya dibakar hidup-hidup bersama
puluhan tahanan lainnya.
Dua kali saya menonton film ini,
dua kali juga saya menangis. Apalagi beberapa saat sebelum kedua sahabat itu
dibakar hidup-hidup, mereka sempat berpegangan tangan dengan erat. Saya jadi
terharu melihat adegan itu. Film ini selalu membekas di hati saya, dan saya
harap anda yang belum tahu film ini, agar segera menonton film yang mengharukan
ini. Bukan saya mendukung gerakan zionis atau membela bangsa Yahudi, namun saya
melihat sisi lain dari film ini. Yang saya lihat, hanyalah persahabatan tak
kenal batas, lugu, jujur, dan tanpa melihat perbedaan. Persahabatan yang Bruno
dan Schmuel lakoni di film ini sangat sederhana dan khas anak-anak sehingga
membuat film ini sangat menarik. Kedua bocah ini, bagi saya, seakan
menggambarkan bahwa mereka, anak-anak, adalah korban perang sesungguhnya.
Mereka tidak tahu apa-apa, mereka tidak mengerti politik dan perang, namun
mereka terlibat jauh dalam arus putaran konflik orang dewasa.
AKAR PERMASALAHAN
Pembantaian
kaum yahudi yang tergambar pada film ini membuat citra Hitler (pemimpin Jerman
pada saat itu) di mata dunia seakan akan dia seorang yang sangat kejam, membantai
yahudi sampai ke akar akarnya. Namun sebenarnya Hitler tidak seperti yang diberitakan
oleh media Amerika, termasuk dalam film ini. Cerita di film ini adalah hasil
rekayasa Amerika dengan segala “bumbu-bumbu penyedap”. Jerman memberantas
yahudi dengan alasan yang sangat masuk akal. Hitler dulu pernah berkata "Bisa saja saya memusnahkan semua
YAHUDI di DUNIA, tapi saya sisakan sedikit saja yang hidup, agar kamu tau mengapa alasan saya membunuh
mereka". Sekarang kita bisa kita lihat apa yang sudah di perbuat
yahudi pada dunia, terutama pada negeri penuh sengketa Palestina. Mereka
membunuh masyarakat Palestina sebagaimana mudahnya kita membunuh nyamuk.
Kekalahan Jerman pada saat perang dunia itu dianggap disebabkan oleh ulah kaum yahudi
yang membuat Jerman melemah dari dalam, karena kaum yahudi melakukan kecurangan
dan pengkhianatan sipil terhadap Jerman. Dan pembantaian atas kaum yahudi ini
merupakan pembalasan dendam terhadap apa yang dilakukan yahudi kepada Jerman yang
membuat bangsa yang dianggap paling kuat saat itu mengalami kekalahan dalam
perang. Isu
konflik antar agama Kristen dan agama Yahudi juga menjadi dasar kebencian yang
berujung pembantaian masal oleh sang diktator Hitler. Konflik itu juga meluas
pada bidang sosial, ekonomi, dan politik, dan budaya.
Terlepas dari akar permsalahan tersebut
ternyata hal ini juga menimbulkan permasalahan lain. Persahabatan yang tulus tanpa
sengaja terjalin diantara anak yahudi dan bangsa Jerman. Bruno diam-diam sering
mengunjungi Schmuel, membawakannya makanan, bahkan bermain bersama.
Persahabatan mereka dijalin dengan sangat unik karena mereka berteman dengan
berbatas pagar kawat dengan listrik bertegangan tinggi tersebut. Bruno, dengan
pemikiran lugunya, tidak mengerti mengapa Schmuel sahabatnya itu harus tinggal
di kamp, yang awalnya dia kira adalah pertanian. Persahabatan yang Bruno dan
Schmuel lakoni di film ini sangat sederhana dan khas anak-anak. Kedua bocah ini
seakan menggambarkan bahwa mereka, anak-anak, adalah korban perang
sesungguhnya. Mereka tidak tahu apa-apa, mereka tidak mengerti politik dan
perang, namun mereka terlibat jauh dalam arus putaran konflik orang dewasa, dimana
kedua bocah malang yang polos itu akhirnya dibakar hidup-hidup bersama puluhan
tahanan yahudi lainnya.
Sumber:
Universitas:
www.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar