Minggu, 20 November 2016

MANUSIA DAN KEADILAN

Ilmu Budaya Dasar #3

Nama : Eni Setiawati
NPM  : 12516338
Kelas  : 1PA12

Pengertian manusia menurut pendapat saya :
Manusia merupakan mikrokosmos karena di dalam dirinya terdapat semua unsur kosmos yang tersebar dan berdiri masing-masing. Merupakan satu-satunya makhluk Tuhan yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk yang diciptakanNya. Manusia merupakan makhluk yang terdiri dari unsur-unsur jasadi, hewani, nabati, insani, dan ruhani atau rabbani.
Jasad atau badan yang terbuat dari tanah dan akan kembali ke tanah. Hewani, yang hidup dan beraktivitas dengan dukungan indra dan insting. Nabati, yang selalu berkeinginan untuk  tumbuh dan berkembang. Insani, yang memiliki daya intelektualitas yang disebut sebagai akal yang bertumpu pada otak. Serta ruhani atau rabbani, yang memiliki kendali atas unsur-unsur sebelumnya, yaitu keyakinan yang tinggi terhadap adanya suatu Dzat yang telah menciptakan dirinya sebagai suatu makhluk yang utuh dan memiliki kesadaran akan pentingnya keimanan untuk selalu taat pada aturan dan menghamba kepada Tuhan.

Pengertian keadilan menurut pendapat saya :
            Keadilan merupakan sikap dan tindakan dalam memperlakukan sesuatu secara seimbang. Tidak berat sebelah. Antara hak dan kewajiban. Antara tuntutan dan pengorbanan. Antara apa yang memang harus dilakukan dengan apa yang memang harus diterima. Antara apa yang telah diberikan dengan apa yang ingin diperoleh. Antara apa yang telah diperbuat dengan hasil yang didapatkan. Salah satu bentuk keadilan yang dapat kita realisasikan adalah dengan memberi. Keadilan dalam memberi yaitu dengan memberi diwaktu yang tepat, dengan cara yang baik, dan memberikan apa yang memang dibutuhkan. Tapi, satu hal yang saya ingin tekankan. Bahwa tidak ada keadilan mutlak di dunia ini. Karena keadilan yang hakiki hanya ada pada Tuhan. Kita sebagai manusia hanya dapat berusaha menerapkannya dalam berkehidupan di bumiNya.

Contoh kasus yang berkaitan dengan manusia, kebudayaan, dan keadilan :
Titip Absen, Budaya yang Menjamur di Kalangan Mahasiswa
Suatu hari, seorang dosen datang ke kelas untuk kegiatan perkuliahan seperti biasa. Ternyata, banyak mahasiswa yang tidak datang lantaran hujan yang turun cukup deras sore itu. Dosen itu memberikan buku absensi pada mahasiswanya untuk ditandatangani satu persatu. Ketika dikembalikan, sekilas tanda tangan yang terlihat di buku absensi hampir penuh, padahal tak sedikit mahasiswa yang tidak datang. Dalam kasus ini, bisa dibilang dosen tersebut mengajar mahasiswa-mahasiswa 'kasat mata' yang tidak muncul wujudnya, tapi muncul tanda tangannya saja. Budaya inilah yang sudah menjamur di kalangan mahasiswa, yang disebut 'titip absen' atau akrab disingkat menjadi TA.

Akar permasalahan dari fenomena di atas :
          Banyak sekali faktor yang menyebabkan para mahasiswa pada akhirnya memutuskan untuk titip absen. Antara lain dosen, materi kuliah, suasana kelas, dan keadaan dari si mahasiswa yang bersangkutan.
Alasannya pun sangat beragam. Mulai dari karena kesiangan, hujan yang tak kunjung reda, malas mengikuti perkuliahan, kelas yang kurang kondusif, belum mengerjakan tugas, jatah bolos yang sudah habis, lebih memilih jalan-jalan, serta ada juga mahasiswa yang melakukan tindak titip absen sebagai keperluan dalam berorganisasi maupun kegiatan lainnya yang mungkin saja mendesak dan memang harus dilaksanakan secepatnya.
Tidak dapat dipungkiri, titip absen ini juga terjadi dikarenakan adanya peluang dari sistem pencatatan kehadiran yang longgar dari pihak kampus. Serta sudah menjadi budaya yang diwariskan dari angkatan sebelumnya.
faktor lain yang membuat hal tersebut tetap berlangsung adalah karena kebanyakan dosen tidak mengecek satu persatu dari mahasiswanya yang hadir di kelas tersebut. Dosen lebih cendrung akan membagikan absen pada mahasiswanya dan menyuruhnya untuk tanda tangan atau sekadar mengisi centang pertanda mahasiswa tersebut telah hadir dalam perkuliahan. Hal tersebut bagi sebagian mahasiswa yang malas menjadi kesempatan untuk tidak mengikuti mata kuliah dan tetap dianggap hadir dalam perkuliahan.
Padahal, jika memang mengaku sebagai seorang mahasiswa, seharusnya sudah bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar, serta bisa menerapkan sikap jujur dalam kehidupan. Jika melihat kasus titip absen ini dari sudut pandang dosen, tidak bisa menyalahkan dosen kalau mereka memberikan kesempatan tidak jujur pada mahasiswa dengan menyerahkan buku absensi. Pasalnya, mengabsen mahasiswa satu persatu cukup menyita waktu pembelajaran. Jadi, tak ada salahnya jika dosen memberikan kebebasan pada mahasiswa untuk menandatangani bagiannya. Yang salah adalah sikap mahasiswa untuk menanggapi kebebasan itu jika memanfaatkannya untuk berbuat curang. Pada dasarnya, kuliah pun bertujuan untuk menuntut ilmu agar bisa diterapkan di kehidupan mendatang. Jika hanya sekedar untuk memenuhi absensi, mendapatkan nilai A, dan mendapat ijazah saja, untuk apa kuliah? Jika hanya itu yang dikejar, lebih baik datang saja ke bagian akademik untuk mengisi tanda tangan daripada datang ke ruang kelas. Di sini perlu dibangun kembali pola pikir yang benar bahwa kuliah adalah untuk menimba ilmu dan bukan sekadar absen.
            Selain meminta bantuan titip absen, mereka pun juga bersedia dititipi absen oleh temannya, karena sama-sama saling membantu. Namun, tidak sedikit yang maunya hanya menitip, tanpa mau dititipi. Kelompok ini tidak mau ambil risiko jika sewaktu-waktu sang dosen mengadakan sidak dengan memanggil nama mahasiswa satu per satu di kelas.

Keadilan yang perlu diterapkan :
          Bagi saya, sebagai seorang mahasiswa, fenomena titip absen ini sangat tidak adil. Yang sangat terlihat mungkin tidak adil untuk mereka yang memang hadir dan mengikuti kegiatan perkuliahan. Mereka yang benar-benar meluangkan waktu dan tenaga untuk sampai ke ruang kelas dengan tepat waktu, berusaha menyimak dan mencatat apa yang disampaikan oleh dosen, sedang mereka para pelaku titip absen dapat dengan mudah menyalin dari catatan teman yang hadir. Namun, lebih dari itu, mereka pelaku titip absen telah melakukan ketidakadilan pada dirinya sendiri. Karena tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik sebagai seorang mahasiswa. Mereka membohongi diri sendiri. Tindakan yang mereka lakukan menunjukan bahwa mereka menyangkal akan kuasa Tuhan yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui.
            Mahasiswa juga idealnya dipandang sebagai kaum yang diharapkan memiliki kecerdasan baik secara akademis maupun secara moral dalam bersikap. Hal inilah yang sering menjadi pandangan masyarakat saat berbicara mengenai mahasiswa. Namun, sepertinya jika hanya menanti kesadaran murni dari mahasiswa agar bersikap jujur dan disiplin, mungkin fenomena titip absen ini akan selalu terjaga sepanjang masa.
Perlu adanya penanaman sikap jujur sejak dini kepada para pelajar yang nantinya akan menjadi mahasiswa guna memberantas degradasai moral terkait dengan adanya tindakan titip absen ini. Orang yang meminta TA maupun yang menolong untuk TA sama-sama patut untuk disalahkan. Orang yang meminta TA akan menjadi koruptor kedepannya, sedangkan orang yang menolong temannya yang tidak hadir juga merupakan langkah awal sebagai penerima suap. Hal seperti itulah yang terjadi sekarang, korupsi dan suap merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karena alasan teman akrab, seseorang dengan mudah menerima suap dari temannya yang korupsi.
Maka dari itu, jadilah mahasiswa yang jujur dan selalu berprinsip baik.

Daftar Pustaka :
Hidayat, Komaruddin. 2015. PSIKOLOGI KEBAHAGIAAN. Jakarta: Noura Books.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Matematika dan Ilmu Alamiah Dasar Tugas 9

Nama  : Intan Justitia Dewi Top of Form Bottom of Form Kelas  : I PA 12 NPM  : 18516337 The Great Blue Hole, Jurang Terdalam ...