Nama : Eni Setiawati
NPM : 12516338
Kelas : 1PA12
Pengertian manusia
menurut pendapat saya :
Manusia
merupakan mikrokosmos karena di dalam dirinya terdapat semua unsur kosmos yang
tersebar dan berdiri masing-masing. Merupakan satu-satunya makhluk Tuhan yang
paling sempurna diantara makhluk-makhluk yang diciptakanNya. Manusia merupakan
makhluk yang terdiri dari unsur-unsur jasadi, hewani, nabati, insani, dan
ruhani atau rabbani.
Jasad
atau badan yang terbuat dari tanah dan akan kembali ke tanah. Hewani, yang
hidup dan beraktivitas dengan dukungan indra dan insting. Nabati, yang selalu
berkeinginan untuk tumbuh dan
berkembang. Insani, yang memiliki daya intelektualitas yang disebut sebagai
akal yang bertumpu pada otak. Serta ruhani atau rabbani, yang memiliki kendali
atas unsur-unsur sebelumnya, yaitu keyakinan yang tinggi terhadap adanya suatu
Dzat yang telah menciptakan dirinya sebagai suatu makhluk yang utuh dan
memiliki kesadaran akan pentingnya keimanan untuk selalu taat pada aturan dan
menghamba kepada Tuhan.
Pengertian
keadilan menurut pendapat saya :
Keadilan merupakan sikap dan tindakan
dalam memperlakukan sesuatu secara seimbang. Tidak berat sebelah. Antara hak
dan kewajiban. Antara tuntutan dan pengorbanan. Antara apa yang memang harus
dilakukan dengan apa yang memang harus diterima. Antara apa yang telah diberikan
dengan apa yang ingin diperoleh. Antara apa yang telah diperbuat dengan hasil
yang didapatkan. Salah satu bentuk keadilan yang dapat kita realisasikan adalah
dengan memberi. Keadilan dalam memberi yaitu dengan memberi diwaktu yang tepat,
dengan cara yang baik, dan memberikan apa yang memang dibutuhkan. Tapi, satu
hal yang saya ingin tekankan. Bahwa tidak ada keadilan mutlak di dunia ini. Karena
keadilan yang hakiki hanya ada pada Tuhan. Kita sebagai manusia hanya dapat
berusaha menerapkannya dalam berkehidupan di bumiNya.
Contoh
kasus yang berkaitan dengan manusia, kebudayaan, dan keadilan :
Titip Absen, Budaya yang Menjamur
di Kalangan Mahasiswa
Suatu
hari, seorang dosen datang ke kelas untuk kegiatan perkuliahan seperti biasa. Ternyata,
banyak mahasiswa yang tidak datang lantaran hujan yang turun cukup deras sore
itu. Dosen itu memberikan buku absensi pada mahasiswanya untuk ditandatangani
satu persatu. Ketika dikembalikan, sekilas tanda tangan yang terlihat di buku
absensi hampir penuh, padahal tak sedikit mahasiswa yang tidak datang. Dalam
kasus ini, bisa dibilang dosen tersebut mengajar mahasiswa-mahasiswa 'kasat
mata' yang tidak muncul wujudnya, tapi muncul tanda tangannya saja. Budaya
inilah yang sudah menjamur di kalangan mahasiswa, yang disebut 'titip absen'
atau akrab disingkat menjadi TA.
Akar
permasalahan dari fenomena di atas :
Banyak sekali faktor
yang menyebabkan para mahasiswa pada akhirnya memutuskan untuk titip absen. Antara
lain dosen, materi kuliah, suasana kelas, dan keadaan dari si mahasiswa yang
bersangkutan.
Alasannya
pun sangat beragam. Mulai dari karena kesiangan, hujan yang tak kunjung reda, malas
mengikuti perkuliahan, kelas yang kurang kondusif, belum mengerjakan tugas, jatah
bolos yang sudah habis, lebih memilih jalan-jalan, serta ada juga mahasiswa
yang melakukan tindak titip absen sebagai keperluan dalam berorganisasi maupun
kegiatan lainnya yang mungkin saja mendesak dan memang harus dilaksanakan
secepatnya.
Tidak
dapat dipungkiri, titip absen ini juga terjadi dikarenakan adanya peluang dari
sistem pencatatan kehadiran yang longgar dari pihak kampus. Serta sudah menjadi
budaya yang diwariskan dari angkatan sebelumnya.
faktor
lain yang membuat hal tersebut tetap berlangsung adalah karena kebanyakan dosen
tidak mengecek satu persatu dari mahasiswanya yang hadir di kelas tersebut.
Dosen lebih cendrung akan membagikan absen pada mahasiswanya dan menyuruhnya
untuk tanda tangan atau sekadar mengisi centang pertanda mahasiswa tersebut
telah hadir dalam perkuliahan. Hal tersebut bagi sebagian mahasiswa yang malas
menjadi kesempatan untuk tidak mengikuti mata kuliah dan tetap dianggap hadir
dalam perkuliahan.
Padahal,
jika memang mengaku sebagai seorang mahasiswa, seharusnya sudah bisa membedakan
mana yang salah dan mana yang benar, serta bisa menerapkan sikap jujur dalam
kehidupan. Jika melihat kasus titip absen ini dari sudut pandang dosen, tidak
bisa menyalahkan dosen kalau mereka memberikan kesempatan tidak jujur pada
mahasiswa dengan menyerahkan buku absensi. Pasalnya, mengabsen mahasiswa satu
persatu cukup menyita waktu pembelajaran. Jadi, tak ada salahnya jika dosen
memberikan kebebasan pada mahasiswa untuk menandatangani bagiannya. Yang salah
adalah sikap mahasiswa untuk menanggapi kebebasan itu jika memanfaatkannya
untuk berbuat curang. Pada dasarnya, kuliah pun bertujuan untuk menuntut ilmu
agar bisa diterapkan di kehidupan mendatang. Jika hanya sekedar untuk memenuhi absensi,
mendapatkan nilai A, dan mendapat ijazah saja, untuk apa kuliah? Jika hanya itu
yang dikejar, lebih baik datang saja ke bagian akademik untuk mengisi tanda
tangan daripada datang ke ruang kelas. Di sini perlu dibangun kembali pola
pikir yang benar bahwa kuliah adalah untuk menimba ilmu dan bukan sekadar
absen.
Selain meminta bantuan titip absen,
mereka pun juga bersedia dititipi absen oleh temannya, karena sama-sama saling
membantu. Namun, tidak sedikit yang maunya hanya menitip, tanpa mau dititipi.
Kelompok ini tidak mau ambil risiko jika sewaktu-waktu sang dosen mengadakan
sidak dengan memanggil nama mahasiswa satu per satu di kelas.
Keadilan
yang perlu diterapkan :
Bagi saya, sebagai
seorang mahasiswa, fenomena titip absen ini sangat tidak adil. Yang sangat
terlihat mungkin tidak adil untuk mereka yang memang hadir dan mengikuti
kegiatan perkuliahan. Mereka yang benar-benar meluangkan waktu dan tenaga untuk
sampai ke ruang kelas dengan tepat waktu, berusaha menyimak dan mencatat apa
yang disampaikan oleh dosen, sedang mereka para pelaku titip absen dapat dengan
mudah menyalin dari catatan teman yang hadir. Namun, lebih dari itu, mereka
pelaku titip absen telah melakukan ketidakadilan pada dirinya sendiri. Karena tidak
melaksanakan kewajibannya dengan baik sebagai seorang mahasiswa. Mereka membohongi
diri sendiri. Tindakan yang mereka lakukan menunjukan bahwa mereka menyangkal
akan kuasa Tuhan yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui.
Mahasiswa juga idealnya dipandang
sebagai kaum yang diharapkan memiliki kecerdasan baik secara akademis maupun
secara moral dalam bersikap. Hal inilah yang sering menjadi pandangan
masyarakat saat berbicara mengenai mahasiswa. Namun, sepertinya jika hanya
menanti kesadaran murni dari mahasiswa agar bersikap jujur dan disiplin,
mungkin fenomena titip absen ini akan selalu terjaga sepanjang masa.
Perlu
adanya penanaman sikap jujur sejak dini kepada para pelajar yang nantinya akan
menjadi mahasiswa guna memberantas degradasai moral terkait dengan adanya
tindakan titip absen ini. Orang yang meminta TA maupun yang menolong untuk TA
sama-sama patut untuk disalahkan. Orang yang meminta TA akan menjadi koruptor
kedepannya, sedangkan orang yang menolong temannya yang tidak hadir juga
merupakan langkah awal sebagai penerima suap. Hal seperti itulah yang terjadi
sekarang, korupsi dan suap merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karena
alasan teman akrab, seseorang dengan mudah menerima suap dari temannya yang
korupsi.
Maka
dari itu, jadilah mahasiswa yang jujur dan selalu berprinsip baik.
Daftar
Pustaka :
Hidayat,
Komaruddin. 2015. PSIKOLOGI KEBAHAGIAAN.
Jakarta: Noura Books.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar