Selasa, 15 November 2016

Tugas 3 ilmu budaya dasar Citra Epina Indatirani

NAMA: CITRA EPINA INDATIRANI
KELAS: 1PA 12
NPM    : 11516633



Tugas Ilmu Budaya Dasar
Manusia Dan Keadilan


1. Jelaskan pengertian dari manusia dan keadilan, menurut pendapat Anda !
Jawab:
  Menurut saya keadilan adalah hal-hal yang berkaitan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antar manusia untuk mendapatkan keadilan berupa hak dan kewajiban yang telah ditetapkan. Keadilan sangat erat hubungannya dengan manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri dan memerlukan manusia lain untuk dapat berinteraksi dengan baik. Keadilan yang didapat seseorang harus berupa kejujuran dan keikhlasan, sehingga tercipta hubungan yang baik antar manusia. Misalnya saja, di dalam sebuah keluarga orang tua harus memberikan keadilan kepada anak, agar anak tidak merasa iri. Misalnya ibu, yang lebih sayang kepada anak terakhir dan tidak mempedulikan anak pertamanya. Hal ini menjadi masalah dalam sebuah keluarga. Karena, ibu harus memberikan keadilan sesuai dengan hak dan kewajiban. Hal ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Keadilan yang berupa hak dan kewajiban juga sangat penting agar tercipta kedamaian dan ketentraman bersama. Keadilan sangat erat kaitannya dengan apa yang menjadi hak pada diri kita dan kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap manusia. Keadilan sudah menjadi kebudayaan dan kebiasaan bagi setiap manusia. Hal ini menjadi bukti bahwa Negara Indonesia mempunyai hukum yang berlaku dan Undang-Undang yang telah ditetapkan. Adil berarti seseorang mendapatkan keseimbangan yang sama, hak misalnya hak untuk hidup, hak atas penghidupan yang layak, dan hak untuk mendapatkan perlindungan. Dan kewajiban yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari seperti mengikuti preraturan yang telah ditetapkan di Negara ini, membayar pajak dan membayar uang komite di sekolah. Dilihat dari seseorang yang berhak dan cocol untuk mendapatkan hak tersebut. Untuk itu harus adanya keadilan antar manusia. Misalnya, setiap masyarakat yang ingin bertahan dan mapan harus berada dalam keadaan seimbang, yaitu segala sesuatu yang ada di dalamnya harus muncul dalam proporsi yang semestinya, bukan dalam proporsi yang setara. Setiap masyarakat yang seimbang membutuhkan bermacam-macam aktifitas. Di antaranya adalah aktifitas ekonomi, politik, pendidikan, hukum, dan kebudayaan. 


2. Carilah sebuah kasus yang berkaitan dengan manusia, kebudayaan dan keadilan
a. cantumkan judul kasusnya.
b. buatlah sinopsis dari kasus yang akan dibahas.
c. analisislah apa yang menjadi akar permasalahan dalam kasus tersebut !
d. keadilan seperti apa yang diterapkan dalam kasus tersebut !

A  TINDAK PIDANA KORUPSI DAN  SANKSI PIDANA MATI PERSPEKTIF KEADILAN HUKUM

B  Korupsi termasuk kejahatan yang bersifat meluas menjadi kejahatan transnasional, menghancurkan nilai-moral bangsa, menghambat dan merugikan pembangunan bangsa serta menutup jalan terciptanya keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Sanksi pidana mati merupakan pilihan pemberian sanksi pidana yang diterapkan dalam sistem hukum di Indonesia. Sanksi pidana mati melekat dan menyatu dalam sistem hukum di Indonesia yang dipengaruhi oleh kompleksitas latar belakang. Pada tingkat filosofis menujukkan bahwa semua rumusan perundang-undangan terkait tindak pidana korupsi dan hukuman mati memiliki latar nilai moral berdasarkan Pancasila sebagai pijakan filosofisnya. Sanksi pidana mati tindak pidana korupsi di Indonesia perspektif keadilan hukum, termuat dalam rumusan Undang-Undang No. 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bab II, Pasal 2, ayat (2), menunjukkan bagian dari hukum positif. Citra hukum positif di Indonesia mengakui keberadaan hukum kodrat. Tercermin dari nilai filosofis bangsa, yakni Pancasila, yang mengimani Ketuhan Yang Maha Esa. Konsekuensinya, produk hukum positif bangsa Indonesia harus merupakan turunan dari hukum kodrat, dan hukum kodrat turunan dari hukum Abadi (Ilahi). Hukum, korupsi, tindak pidana, dan keadilan. Penyikapan secara yuridis terhadap
tindak pidana korupsi sebagai terjemahan dari konstitusi dapat diartikulasikan sebagai kesepakatan bersama dan sudah berdialog panjang dengan realitas budaya hukum masyarakat. Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa realitas korupsi semakin mengalami perkembangan meningkat, bahkan sulit teratasi hanya dengan mengandalkan penerapan perundang-undangan. Secara empiris, berdasarkan hasil pengamatan dua tahun terakhir tentang tindak pidana korupsi di Indonesia telah membuat masyarakat tersentak. Pertama, liputan surat kabar, majalah, tabloid, internet news, secara mengejutkan telah memberitakan kasus korupsi. Kedua, pada Tahun 2005, indeks persepsi korupsi Indonesia yang diumumkan Masyarakat Transparansi Internasional (MTI) berada pada angka 2.2, atau naik 0.2 dari tahun sebelumnya yang hanya 2.0. Indonesia berada pada posisi kelompok keenam dari bawah diantara 136 negara. Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai lembaga, juga menunjukkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini termasuk yang paling tinggi di dunia. Bahkan koran Singapura, The Straits Times, sekali waktu pernah menjuluki Indonesia sebagai the envelope country. Mantan ketua Bappenas, Kwik Kian Gie, menyebut lebih dari Rp.300 triliun dana dari penggelapan pajak, kebocoran APBN, maupun penggelapan hasil sumberdaya alam, menguap masuk ke kantong para koruptor. Di samping itu, korupsi yang biasanya diiringi dengan kolusi, juga membuat keputusan yang diambil oleh pejabat negara menjadi tidak optimal. Heboh privatisasi sejumlah BUMN, lahirnya perundang-undangan UU Energi, juga RUU SDA, impor gula dan beras dan sebagainya dituding banyak pihak sebagai kebijakan yang sangat kolutif karena di belakangnya ada motivasi korupsi. Potret buram bangsa Indonesia sebagai Negara korup kembali dipertegas oleh Transparency International Indonesia (TII) yang meluncurkan hasil survey Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2007 pada tanggal 6 Desember 2007. Dari 180 negara yang disurvei, Indonesia berada di peringkat 143 bersama Rusia, Togo, dan Gambia. Nilai IPK itu juga memasukkan Indonesia ke dalam daftar negara yang dipersepsikan terkorup di dunia, bersama 71 negara berindeks di bawah 3.

Sumber: Lembaga Survey Internasional, Political and Economic Risk Consultancy, Kompas, 2004 3 M Ismail Yusanto, “Islam dan Jalan Pemberantasan Korupsi,” http: / b.domaindlx.com / samil / 2004 / read news. tajukAdam Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, 2005, 3.



C  Sementara istilah tindak pidana korupsi tidak dikenal dalam Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat tanggal 16 April 1958 No. Prt/Peperpu/013/1958 (BN No. 40 Tahun 1958). Istilah tindak pidana korupsi dipergunakan pertama kali dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpepu) No. 24 Tahun 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.5 Peperpu ini dulu sering disebut Peraturan Pemberantasan Korupsi Tahun 1960, dan berfungsi sebagai perangkat hukum pidana tentang korupsi menggantikan kedudukan Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat tanggal 16 April 1958 No. Prt/Peperpu/013/1958 (BN No. 40 Tahun 1958).
Fakta yuridis di atas menjelaskan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpepu) No. 24 Tahun 1960 dengan UU No. 1 Tahun 1960 ditetapkan menjadi undang-undang definitif atau UU No. 24/Prp/1960. Undang-undang ini menunjukkan sebagai hukum pidana khusus tentang tindak pidana korupsi yang bersifat definitif di Indonesia, sehingga kemudian populer dengan sebutan Undang-Undang antikorupsi. Mengapa demikian? Karena sebagaimana ciri Undang-undang pidana khusus, disamping memuat hukum pidana materiil juga memuat hukum pidana formil. Namun di balik ini semua, menunjukkan bahwa realitas korupsi di Indonesia sudah menjalar, terutama pada tingkat pejabat atau pegawai pemerintahan.
   Oleh karena itu, secara umum predikat korupsi di Indonesia telah diletakkan sebagai perilaku yang membudaya, bahkan merasuki seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Namun demikian, ada pihak lain yang menyatakan bahwa korupsi belum membudaya, walaupun harus diakui korupsi telah sangat meluas. 

Laporan Bank Dunia mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki reputasi yang buruk dari segi korupsi dan menjadi salah satu negara terkorup di dunia. Dari laporan Bank Dunia itu pula menemukan bahwa korupsi di Indonesia memiliki akar panjang ke belakang yaitu sejak jaman VOC sebelum tahun 1800, dan praktek itu berlanjut sampai masa-masa pasca kemerdekaan.
Dari masa inilah Indonesia mewarisi praktek-praktek seperti membayar untuk mendapatkan kedudukan di pemerintahan, mengharapkan pegawai-pegawai, menutup biaya di luar gaji dari gaji mereka dan lain-lain. Selanjutnya masa Orde Baru yaitu selama 1967-1998, praktek korupsi ini mendapat dukungan dan kesempatan luas, yaitu dengan memberikan dukungan kepada pengusaha-pengusaha besar dan membangun konglomerat-konglomerat baru. Di samping memberikan kemudahan-kemudahan dan fasilitas, bahkan memberikan kesempatan kepada para pengusaha dan kroni kekuasaan untuk mempengaruhi politisi dan birokrat. Berdasarkan hal di atas, maka dapat dipahami mengapa sebagai masyarakat mengharapkan agar pelaku tindak pidana korupsi dijatuhi hukuman mati. Hukuman mati bukan hanya bersifat pemberian sanksi hukuman dalam keadaan khusus sebagaimana dalam peraturan terkini. Karena perkembangan tindak pidana korupsi di Indonesia berjalan searah dengan kemajuan bangsa. Korupsi telah diposisikan sebagai kejahatan yang mengakar di tubuh bangsa Indonesia. Kondisi ini memaksa bukan hanya pada upaya pemberantasan tindak pidana korupsi melalui pengaturan kategori tindak pidana khusus, melainkan sampai pada tingkat upaya pemberian sanksi maksimal, berupa hukuman mati. Walaupun pencantuman hukuman mati dalam tidak pidana korupsi bersifat khusus. 


Sumber: Pasal 28A UUD „45 (Amandemen Kedua) berbunyi: setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Sementara itu pasal 28I ayat (1) UUD „45 (Amandemen Kedua) berbunyi: hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan umum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
  lanjutan sumber

Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan antara praktek hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktek hukuman mati lebih buruk daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan. Tingkat kriminalitas berhubungan erat dengan masalah kesejahteraan atau kemiskinan suatu masyarakat dan dan berfungsi atau tidaknya institusi penegakan hukum. Diakses tanggal 10 Agustus 2006, http://id.wikipedia.org/w/index.php? hukuman_mati 12 J.E. Sahetapy, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, 1979, 29

D Hukum positif akan disebut adil jika memenuhi persyatan sebagai berikut:
1.        Diperintahkan atau diundangkan demi kebaikan umum
2.        Ditetapkan oleh legislator yang tidak menyalahgunakan kewenangan legislatifnya
3.        Hukum positif memberikan beban yang setimpal demi kepentingan kebaikan umum.
Asas-asas keadilan hukum kodrat tersebut berfungsi sebagai standart regulatif bagi hukum positif. Dengan asas tersebut kita memiliki dasar untuk mengeavalausi dan keputusan yudisial. Berdasarkan penalaran filosofis di atas, maka peneliti akan menganilisis realitas sanksi hukum pidana mati tindak pidana korupsi di Indonesia berdasarkan tingkat kekhususan sebagai ciri hukum positif. Rumusan Undang-Undang No. 20/2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bab II, Pasal 2, ayat (2), terkait sanksi pidana mati tindak pidana korupsi keadaan tertentu, pada aspek landasan nilai, sanksi hukum dan keadilan hukum.

Sumber: Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, 18.
 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, 20.

Aspek Sanksi Hukum dan Keadilan Hukum
Hukum positif realitasnya sangat terikat tempat dan waktu dimana dilahirkannya. Rumusan Undang-Undang No. 20/2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bab II, Pasal 2, ayat (2), merupakan gambaran terhadap dua realitas yang saling memberatkan sebagai bentuk perbuatan melawan hukum. Dua fakta hukum tersebut, antara lain:
a. Fakta hukum tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana tertentu dan khusus, sehingga korupsi merupakan kejahatan khusus ditengah kejahatan pada umumnya.
b. Fakta hukum tindak pidana korupsi memiliki kondisi tertentu yang sangat membahayakan kondisi bangsa. Hal ini bukan berarti korupsi pada umumnya tidak membayakan Negara, melainkan tingkat kondisi tertentu merupakan pertemuan kondisi khusus yang menyebabkan tindakan korupsi sangat khusus di tengah ke khususannya. Akibatnya sanksi pidana mati menjadi pilihan hukum positif sebagai turunan dari hukum kodrat Pancasilan.
  Berdasarkan hal di atas menunjukkan bahwa manusia karena kodrat rasionalnya memiliki kebebasan untuk mengambil dan menentukan sikap sendiri dalam melakukan tindakan. Dalam pembahasan filsafat hukum, kebebasan manusia memiliki banyak arti. Kebebasan manusia memainkan peranan yang sangat penting dalam pembahasan yuridis dan politis, serta dalam pembahasan tentang batsan hukum. Menurut Aquinas, hukum tidak bertentangan dengan kebebasan dan cinta, sebab cinta merupakan kecenderungan kodrat menuju kebaikan. Kebebasan merupakan dasar dari realisasi diri manusia sebagai ciptaan yang memiliki tujuan akhir serta memiliki kecenderungan untuk berkembangan sesuai dengan tujuan tersebut. Sebagai makhluk rasional, manusia memiliki kehendak dan diharapkan dapat menguji priogatifnya ini melalui kehendaknya. Meskipun hal ini, hanya dapat terjadi jika ia berbuat dibawah kebebasan kehendaknya. Jika Thomas mendefinisikan hukum sebagai perintah akal budi dan kebebasan berakar didalam akal budi juga, maka dengan definisi ini ia hendak menegaskan bahwa kebebasan penentuan diri atas kodrat rasionalnya tidak lain adalah kebebasan memilih atau kehendak bebas. Kebebasan ini dimanifestasikan dalam hal istimewa atau hak priogratif sebagai makhluk rasional.

Sumber: Wignjosoebroto, Soetandyo. Korupsi Sebagai Masalah Sosial-Budaya. Jurnal Dinamika Masyarakat Jakarta: Ristek, 2004.


 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Matematika dan Ilmu Alamiah Dasar Tugas 9

Nama  : Intan Justitia Dewi Top of Form Bottom of Form Kelas  : I PA 12 NPM  : 18516337 The Great Blue Hole, Jurang Terdalam ...