KELAS: 1PA 12
NPM : 11516633
Tugas Ilmu Budaya Dasar
Manusia Dan Keadilan
1. Jelaskan pengertian dari manusia dan keadilan,
menurut pendapat Anda !
Jawab:
Menurut saya keadilan adalah hal-hal yang
berkaitan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antar manusia untuk
mendapatkan keadilan berupa hak dan kewajiban yang telah ditetapkan. Keadilan
sangat erat hubungannya dengan manusia, karena manusia adalah makhluk sosial
yang tidak dapat berdiri sendiri dan memerlukan manusia lain untuk dapat
berinteraksi dengan baik. Keadilan yang didapat seseorang harus berupa
kejujuran dan keikhlasan, sehingga tercipta hubungan yang baik antar manusia.
Misalnya saja, di dalam sebuah keluarga orang tua harus memberikan keadilan
kepada anak, agar anak tidak merasa iri. Misalnya ibu, yang lebih sayang kepada
anak terakhir dan tidak mempedulikan anak pertamanya. Hal ini menjadi masalah
dalam sebuah keluarga. Karena, ibu harus memberikan keadilan sesuai dengan hak
dan kewajiban. Hal ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Keadilan
yang berupa hak dan kewajiban juga sangat penting agar tercipta kedamaian dan
ketentraman bersama. Keadilan sangat erat kaitannya dengan apa yang menjadi hak
pada diri kita dan kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap manusia.
Keadilan sudah menjadi kebudayaan dan kebiasaan bagi setiap manusia. Hal ini
menjadi bukti bahwa Negara Indonesia mempunyai hukum yang berlaku dan
Undang-Undang yang telah ditetapkan. Adil berarti seseorang mendapatkan
keseimbangan yang sama, hak misalnya hak untuk hidup, hak atas penghidupan yang
layak, dan hak untuk mendapatkan perlindungan. Dan kewajiban yang harus
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari seperti mengikuti preraturan yang telah
ditetapkan di Negara ini, membayar pajak dan membayar uang komite di sekolah.
Dilihat dari seseorang yang berhak dan cocol untuk mendapatkan hak tersebut.
Untuk itu harus adanya keadilan antar manusia. Misalnya, setiap masyarakat yang
ingin bertahan dan mapan harus berada dalam keadaan seimbang, yaitu segala
sesuatu yang ada di dalamnya harus muncul dalam proporsi yang semestinya, bukan
dalam proporsi yang setara. Setiap masyarakat yang seimbang membutuhkan
bermacam-macam aktifitas. Di antaranya adalah aktifitas ekonomi, politik,
pendidikan, hukum, dan kebudayaan.
2.
Carilah sebuah kasus yang berkaitan dengan manusia, kebudayaan dan keadilan
a.
cantumkan judul kasusnya.
b.
buatlah sinopsis dari kasus yang akan dibahas.
c.
analisislah apa yang menjadi akar permasalahan dalam kasus tersebut !
d.
keadilan seperti apa yang diterapkan dalam kasus tersebut !
A TINDAK PIDANA KORUPSI DAN SANKSI PIDANA MATI PERSPEKTIF KEADILAN HUKUM
tindak
pidana korupsi sebagai terjemahan dari konstitusi dapat diartikulasikan sebagai
kesepakatan bersama dan sudah berdialog panjang dengan realitas budaya hukum
masyarakat. Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa realitas korupsi
semakin mengalami perkembangan meningkat, bahkan sulit teratasi hanya dengan
mengandalkan penerapan perundang-undangan. Secara empiris, berdasarkan hasil
pengamatan dua tahun terakhir tentang tindak pidana korupsi di Indonesia telah
membuat masyarakat tersentak. Pertama, liputan surat kabar, majalah, tabloid,
internet news, secara mengejutkan telah memberitakan kasus korupsi. Kedua, pada
Tahun 2005, indeks persepsi korupsi Indonesia yang diumumkan Masyarakat
Transparansi Internasional (MTI) berada pada angka 2.2, atau naik 0.2 dari
tahun sebelumnya yang hanya 2.0. Indonesia berada pada posisi kelompok keenam
dari bawah diantara 136 negara. Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai
lembaga, juga menunjukkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam ini termasuk yang paling tinggi di dunia. Bahkan
koran Singapura, The Straits Times, sekali waktu pernah menjuluki Indonesia
sebagai the envelope country. Mantan ketua Bappenas, Kwik Kian Gie, menyebut
lebih dari Rp.300 triliun dana dari penggelapan pajak, kebocoran APBN, maupun
penggelapan hasil sumberdaya alam, menguap masuk ke kantong para koruptor. Di
samping itu, korupsi yang biasanya diiringi dengan kolusi, juga membuat
keputusan yang diambil oleh pejabat negara menjadi tidak optimal. Heboh
privatisasi sejumlah BUMN, lahirnya perundang-undangan UU Energi, juga RUU SDA,
impor gula dan beras dan sebagainya dituding banyak pihak sebagai kebijakan
yang sangat kolutif karena di belakangnya ada motivasi korupsi. Potret buram
bangsa Indonesia sebagai Negara korup kembali dipertegas oleh Transparency
International Indonesia (TII) yang meluncurkan hasil survey Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) tahun 2007 pada tanggal 6 Desember 2007. Dari 180 negara yang
disurvei, Indonesia berada di peringkat 143 bersama Rusia, Togo, dan Gambia.
Nilai IPK itu juga memasukkan Indonesia ke dalam daftar negara yang dipersepsikan
terkorup di dunia, bersama 71 negara berindeks di bawah 3.
Sumber: Lembaga
Survey Internasional, Political and Economic Risk Consultancy, Kompas, 2004 3 M
Ismail Yusanto, “Islam dan Jalan Pemberantasan Korupsi,” http: /
b.domaindlx.com / samil / 2004 / read news. tajukAdam Chazawi, Hukum Pidana
Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, 2005, 3.
C Sementara istilah tindak pidana korupsi tidak
dikenal dalam Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat
tanggal 16 April 1958 No. Prt/Peperpu/013/1958 (BN No. 40 Tahun 1958). Istilah
tindak pidana korupsi dipergunakan pertama kali dalam Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpepu) No. 24 Tahun 1960 Tentang Pengusutan,
Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.5 Peperpu ini dulu sering
disebut Peraturan Pemberantasan Korupsi Tahun 1960, dan berfungsi sebagai
perangkat hukum pidana tentang korupsi menggantikan kedudukan Peraturan
Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat tanggal 16 April 1958 No.
Prt/Peperpu/013/1958 (BN No. 40 Tahun 1958).
Fakta
yuridis di atas menjelaskan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpepu) No. 24 Tahun 1960 dengan UU No. 1 Tahun 1960 ditetapkan menjadi
undang-undang definitif atau UU No. 24/Prp/1960. Undang-undang ini menunjukkan sebagai
hukum pidana khusus tentang tindak pidana korupsi yang bersifat definitif di
Indonesia, sehingga kemudian populer dengan sebutan Undang-Undang antikorupsi.
Mengapa demikian? Karena sebagaimana ciri Undang-undang pidana khusus,
disamping memuat hukum pidana materiil juga memuat hukum pidana formil. Namun
di balik ini semua, menunjukkan bahwa realitas korupsi di Indonesia sudah
menjalar, terutama pada tingkat pejabat atau pegawai pemerintahan.
Oleh karena itu, secara umum predikat
korupsi di Indonesia telah diletakkan sebagai perilaku yang membudaya, bahkan
merasuki seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Namun demikian, ada pihak lain
yang menyatakan bahwa korupsi belum membudaya, walaupun harus diakui korupsi
telah sangat meluas.
Laporan
Bank Dunia mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki reputasi yang buruk dari segi
korupsi dan menjadi salah satu negara terkorup di dunia. Dari laporan Bank
Dunia itu pula menemukan bahwa korupsi di Indonesia memiliki akar panjang ke
belakang yaitu sejak jaman VOC sebelum tahun 1800, dan praktek itu berlanjut
sampai masa-masa pasca kemerdekaan.
Dari
masa inilah Indonesia mewarisi praktek-praktek seperti membayar untuk
mendapatkan kedudukan di pemerintahan, mengharapkan pegawai-pegawai, menutup
biaya di luar gaji dari gaji mereka dan lain-lain. Selanjutnya masa Orde Baru
yaitu selama 1967-1998, praktek korupsi ini mendapat dukungan dan kesempatan
luas, yaitu dengan memberikan dukungan kepada pengusaha-pengusaha besar dan
membangun konglomerat-konglomerat baru. Di samping memberikan
kemudahan-kemudahan dan fasilitas, bahkan memberikan kesempatan kepada para
pengusaha dan kroni kekuasaan untuk mempengaruhi politisi dan birokrat. Berdasarkan
hal di atas, maka dapat dipahami mengapa sebagai masyarakat mengharapkan agar
pelaku tindak pidana korupsi dijatuhi hukuman mati. Hukuman mati bukan hanya
bersifat pemberian sanksi hukuman dalam keadaan khusus sebagaimana dalam
peraturan terkini. Karena perkembangan tindak pidana korupsi di Indonesia
berjalan searah dengan kemajuan bangsa. Korupsi telah diposisikan sebagai
kejahatan yang mengakar di tubuh bangsa Indonesia. Kondisi ini memaksa bukan
hanya pada upaya pemberantasan tindak pidana korupsi melalui pengaturan
kategori tindak pidana khusus, melainkan sampai pada tingkat upaya pemberian
sanksi maksimal, berupa hukuman mati. Walaupun pencantuman hukuman mati dalam
tidak pidana korupsi bersifat khusus.
Sumber: Pasal
28A UUD „45 (Amandemen Kedua) berbunyi: setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Sementara itu pasal 28I ayat (1)
UUD „45 (Amandemen Kedua) berbunyi: hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan umum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
lanjutan sumber
Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002
tentang hubungan antara praktek hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan
menunjukkan, praktek hukuman mati lebih buruk daripada penjara seumur hidup
dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan. Tingkat kriminalitas
berhubungan erat dengan masalah kesejahteraan atau kemiskinan suatu masyarakat
dan dan berfungsi atau tidaknya institusi penegakan hukum. Diakses tanggal 10
Agustus 2006, http://id.wikipedia.org/w/index.php? hukuman_mati 12 J.E.
Sahetapy, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, 1979, 29
D
Hukum positif akan disebut adil jika memenuhi persyatan sebagai berikut:
1.
Diperintahkan atau diundangkan demi
kebaikan umum
2.
Ditetapkan oleh legislator yang tidak
menyalahgunakan kewenangan legislatifnya
3.
Hukum positif memberikan beban yang
setimpal demi kepentingan kebaikan umum.
Asas-asas
keadilan hukum kodrat tersebut berfungsi sebagai standart regulatif bagi hukum
positif. Dengan asas tersebut kita memiliki dasar untuk mengeavalausi dan
keputusan yudisial. Berdasarkan penalaran filosofis di atas, maka peneliti akan
menganilisis realitas sanksi hukum pidana mati tindak pidana korupsi di
Indonesia berdasarkan tingkat kekhususan sebagai ciri hukum positif. Rumusan
Undang-Undang No. 20/2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31/1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bab II, Pasal 2, ayat (2), terkait
sanksi pidana mati tindak pidana korupsi keadaan tertentu, pada aspek landasan
nilai, sanksi hukum dan keadilan hukum.
Sumber:
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum
Perspektif Historis, 18.
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum
Perspektif Historis, 20.
Aspek Sanksi Hukum dan Keadilan
Hukum
Hukum
positif realitasnya sangat terikat tempat dan waktu dimana dilahirkannya.
Rumusan Undang-Undang No. 20/2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.
31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bab II, Pasal 2, ayat (2),
merupakan gambaran terhadap dua realitas yang saling memberatkan sebagai bentuk
perbuatan melawan hukum. Dua fakta hukum tersebut, antara lain:
a.
Fakta hukum tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana tertentu dan khusus,
sehingga korupsi merupakan kejahatan khusus ditengah kejahatan pada umumnya.
b.
Fakta hukum tindak pidana korupsi memiliki kondisi tertentu yang sangat
membahayakan kondisi bangsa. Hal ini bukan berarti korupsi pada umumnya tidak
membayakan Negara, melainkan tingkat kondisi tertentu merupakan pertemuan
kondisi khusus yang menyebabkan tindakan korupsi sangat khusus di tengah ke
khususannya. Akibatnya sanksi pidana mati menjadi pilihan hukum positif sebagai
turunan dari hukum kodrat Pancasilan.
Berdasarkan hal di atas menunjukkan bahwa
manusia karena kodrat rasionalnya memiliki kebebasan untuk mengambil dan
menentukan sikap sendiri dalam melakukan tindakan. Dalam pembahasan filsafat
hukum, kebebasan manusia memiliki banyak arti. Kebebasan manusia memainkan peranan
yang sangat penting dalam pembahasan yuridis dan politis, serta dalam
pembahasan tentang batsan hukum. Menurut Aquinas, hukum tidak bertentangan
dengan kebebasan dan cinta, sebab cinta merupakan kecenderungan kodrat menuju
kebaikan. Kebebasan merupakan dasar dari realisasi diri manusia sebagai ciptaan
yang memiliki tujuan akhir serta memiliki kecenderungan untuk berkembangan
sesuai dengan tujuan tersebut. Sebagai makhluk rasional, manusia memiliki
kehendak dan diharapkan dapat menguji priogatifnya ini melalui kehendaknya.
Meskipun hal ini, hanya dapat terjadi jika ia berbuat dibawah kebebasan
kehendaknya. Jika Thomas mendefinisikan hukum sebagai perintah akal budi dan
kebebasan berakar didalam akal budi juga, maka dengan definisi ini ia hendak
menegaskan bahwa kebebasan penentuan diri atas kodrat rasionalnya tidak lain
adalah kebebasan memilih atau kehendak bebas. Kebebasan ini dimanifestasikan
dalam hal istimewa atau hak priogratif sebagai makhluk rasional.
Sumber:
Wignjosoebroto, Soetandyo. Korupsi Sebagai
Masalah Sosial-Budaya. Jurnal Dinamika Masyarakat Jakarta: Ristek, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar