Fenomena Alam: Blue Moon
Oleh:
Adilla
Novita
(10516168/
1PA12)
Bulan
biru adalah purnama kedua yang terjadi dalam satu bulan. Fenomena ini hanya
terjadi setiap dua hingga 2,5 tahun. Terjadinya bulan biru terkait dengan
jumlah hari dalam kalender matahari (Masehi) dan bulan. Kalender matahari punya
365 hari dalam setahun sementara bulan punya 354 hari. Akibat perbedaan itu,
akan ada purnama yang muncul pada waktu yang "tak seharusnya", yaitu
dua kali dalam bulan yang sama.
Namun,
bagi siapapun yang pertama kali mendengarnya mungkin mengira bahwa blue moon
adalah istilah yang digunakan saat bulan terlihat berwarna biru. Benarkah itu?
Mmm sayangnya bukan seperti itu. Eh tapi mungkin nggak sih bulan benar-benar
terlihat berwarna biru? Mari kita bahas satu-satu.
Bulan
biru sendiri tak cuma bisa terjadi sekali dalam setahun. Tahun 1999, bulan biru
terjadi pada bulan Januari dan Maret. Hanya saja, fenomena bulan biru dua kali
setahun jauh lebih jarang terjadi, hanya sekitar 19 tahun sekali. Mengutip
situs NASA, walau diberi nama Blue Moon, bulan purnama kedua tetap berwarna abu
pucat dan putih layaknya Bulan yang biasa kita lihat saat malam hari. Terkadang
juga bisa menunjukan warna merah. Hal menariknya, tentu Bulan bisa 'berubah' warna
menjadi biru sungguhan. Biasanya, Bulan bisa terlihat berwarna biru disebabkan
adanya letusan gunung vulkanik.
Di
tahun 1946, seorang ahli astronomi amatir bernama James Hugh Pruett mengirim
sebuah artikel tentang Bulan ke majalah Sky & Telescope. Dalam artikel itu,
James memasukkan Blue Moon sebagai salah satu materi. Ilmuwan asal Amerika itu
rupanya salah mengartikan fenomena Blue Moon. Dia menyebut Blue Moon sebagai
fenomena Bulan purnama ketiga dari total empat Bulan purnama yang muncul dalam
tiga bulan. Kekeliruan itu tidak disadari pihak majalah dan terus berlangsung. Namun,
pada tahun 1999 kekeliruan dapat diluruskan oleh seorang ahli sejarah cerita
rakyat, Philip Hiscock, dan seorang ahli astronomi, Donald W. Olson. Mereka
meluruskan bahwa Blue Moon merupakan bulan purnama kedua yang terjadi dalam
satu bulan.
Bulan
biru muncul pertama kali pada 1950 setelah kebakaran hutan hebat di Kanada.
Asapnya mengangkasa dan memenuhi langit di belahan bumi utara.
Teringat,
pada 1883 silam, orang-orang pada saat itu melihat bulan biru hampir setiap
malam akibat letusan Gunung Krakatau yang kekuatannya sama dengan 100 megaton
bom nuklir. Bulu abu hasil letusan tersebut naik ke puncak atmosfer Bumi
sehingga ‘mengubah’ warna Bulan menjadi biru. Abu Krakatau mengandung partikel
satu mikron yang sama dengan panjang gelombang cahaya merah. Partikel tersebut
mampu menguraikan cahaya merah dan membiarkan cahaya biru yang mendominasi.
Dengan kata lain, abu Krakatau berperan sebagai filter warna biru. Sehingga,
Bulan purnama berwarna merah lebih umum terjadi ketimbang warna biru. Anda bisa
membuktikan warna Bulan purnama saat itu dengan melihat ke arah timur setelah
Matahari terbenam.
Bulan
Biru memiliki banyak nama. Bulan biru juga disebut sebagai bulan purnama
sturgeon, bulan jagung hijau, bulan gabah, dan bulan purnama merah. Tiap
Agustus nama-nama bulan purnama timbul dari berbagai julukan yang diberikan
untuk bulan purnama dari bulan tertentu menurut penduduk asli Amerika dan
tradisi Eropa.
Bulan
Biru hanya penuh untuk sementara. Walaupun rembulan biasanya terlihat penuh
sehari sebelum dan sehari sesudah bulan purnama, ada secara teknis suatu ketika
bulan itu nampak penuh di langit.
Bulan
Biru juga terjadi setelah letusan Gunung St Helen pada 1980, dan Gunung El
Chicon di Meksiko pada 1983. Terakhir, bulan berwarna kebiruan berhasil
diabadikan oleh astronom amatir Ma'rudin Sudibyo lewat pengamatan dari Gombong,
Jawa Tengah. Fenomena bulan yang berwarna kebiruan itu terjadi saat gerhana
bulan total pada 10 Desember 2011. Warna kebiruan terlihat lewat pengamatan
teleskop pada fase totalitas. Warna kebiruan terobservasi lewat pengamatan
dengan dua teleskop yang berbeda, tetapi hanya terlihat di Gombong. Setahun
sebelum peristiwa itu, Merapi meletus secara dahsyat. Namun, Ma'rufin menduga
bahwa warna kebiruan itu bukan dampak dari letusan gunung, melainkan karena
hamburan ozon. Bersama bulan biru nanti, akan tampak Venus dan Jupiter sekejap
sesaat setelah senja di ufuk barat. Sementara di timur, Saturnus akan terbit
dan berpeluang untuk disaksikan dengan alat bantu teleskop.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar