Nama : Pamela Rosa
Kelas : 1PA12
NIM : 15516708
Indonesia terdiri dari
berbagai ragam suku dan bahasa,yang mencakup tentang adat istiadat daerah
contohnya tari-tarian, makanan, bahasa, adat pernikahan, musik,permainan, dan
sebagainya.
Makna dari kebudayaan adalah jati diri atau
ciri suatu Negara atau daerah. oleh karna itu di Indonesia terdapat berbagai
macam kebudayaan didalam daerahnya masing- masing. Bangsa Indonesia memiliki
masyarakat yang bertoleransi tinggi terhadap suatu kebudayaan di daerah
masing-masing. Pada jaman modern sekarang ini kebudayaan luar sudah mulai
memasuki Indonesia melalui tv, radio, telepon genggam, internet, dan sebagainya
sehingga banyak yang terpengaruh dengan kebudayaan dari luar tersebut terutama
para pemuda.
Pada umumnya generasi
muda di anggap sebagai individual yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan
asing yang masuk ke Indonesia, sebaliknya juga generasi tua di anggap sebagai
orang-orang yang kolot dan sulit menerima hal-hal yang baru. Generasi muda
lebih berfikiran maju dan ingin berkembang kearah yang lebih modern, generasi
muda ingin mencoba hal-hal yang baru di lihat dan di dengar baik melalui
televise, radio, telepon genggam, dan internet yang dimilikinya. Generasi muda
lebih mudah terpengaruh dengan kebudayaan asing karena menurut generasi muda
itu lebih menarik dari pada kebudayaan bangsanya, sedangkan generasi tua lebih
sulit terpengaruh oleh kebudayaan asing karena generasi tua sudah terpola
dengan budaya lama atau budaya daerahnya sehingga generasi tua susah menerima
kebudayaan asing dan generasi tua membatasi diri dengan hal-hal yang baru dari
kebudayaan asing. Kebudayaan asing dapat memberikan dampak positive dan
negative terhadap perkembangan masyarakat di suatu daerah atau Negara terlebih
bagi pemuda yang mudah terpengaruh kepada kebudayaan asing tersebut. Karna
generasi muda belum mempunyai dasar yang kuat untuk memilah-milih kebudayaan
yang sesuai untuk digunakan kepada diri sendiri atau Negara sendiri. Generasi muda juga mempunyai sikap yang labil
mudah berubah-ubah tidak menetap dan sering kali hanya mengikuti trend masa
kini. Kebudayaan asing yang berdampak negative seperti, perilaku yang
menyimpang contoh pemakain narkoba, pergaulan bebas, hubungan seksual yang
tidak sesuai dengan umur dan tempat dan etika, penyimpangan seksualitas, cara
berpakaian yang tidak sesuai dengan budaya Negara sendiri. Dampak kebudayaan
asing juga sebagian bernilai positive dengan adanya alat komunikasi yang lebih
canggih sehingga membuat kita lebih mudah untuk berkomunikasi dan mencari
informasi dan untuk mengetahui hal-hal berkaitan dengan dunia luar, seperti
pendidikan di Negara lain. Kebudayaan asing juga berdampak positive untuk
kemajuan dalam berteknologi, sehingga masyarakat dapat lebih mengembangkan
teknologi yang ada di Negaranya.
PERUBAHAN BUDAYA ASING BAGI KEBUDAYAAN BETAWI DAN ARSITEKTURNYA
Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang
berkembang bersama dengan kebiasaan, pola
hidup, adat istiadat dan norma-norma yang
berlaku pada suatu komunitas tradisional, implementasi bentuk dan coraknya
beragam sesuai dengan tempat dimana ia berada, pengaruhnya dihasilkan dari
kearifan local yang diwariskan secara turun temurun oleh para pendahulu
komunitas tradisional sesuai ketentuan adat yang disepakati bersama, sebagai Negara
yang memiliki banyak etnis Indonesia memiliki beragam bentuk arsitektur
tradisional yang berkembang dari Sabang sampai merauke, di Indonesia bagian
barat Aceh memiliki Rumoh Aceh, di Indonesia bagian tengah Toraja memiliki
Rumah Tongkonan, dan di
Indonesia bagian timur Papua memiliki Rumah
Honai, semuanya berkembang dan menjadi ciri khas dari daerahnya masing-masing.
Setiap tempat yang menjadi lokasi sebuah karya seni bangunan akan selalu
bercerita tentang kondisi yang melatarbelakanginya. Priyo
Pratikno (2011)
Jakarta sebagai ibukota
negara juga memiliki rumah adat yang menjadi ciri khas kota nya, etnis Betawi
yang hidup dan tinggal di Jakarta memiliki rumah tradisional Betawi, rumah tradisional
Betawi berkembang dari tengah kota hingga daerah pesisir, bahkan berkembang juga
pada kota-kota penunjang Ibukota, seperti Tangerang, Bekasi, dan Bogor, ini dikarenakan
etnis Betawi yang menyebar kemudian mendirikan rumah tradisionalnya pada daerah-daerah
yang didiami.
Sebagai ibukota negara,
Jakarta tentunya tidak lepas dari perkembangan-perkembangan yang terjadi,
modernisasi dan gaya hidup yang semakin kompleks kemudian ikut pula merubah
arsitektur yang berkembang, arsitektur bergaya modern berkembang pesat dan
lebih banyak dijumpai saat ini dibandingkan arsitektur tradisional yang menjadi
ciri khas kotanya, arsitektur tradisional Betawi seolah hilang ditelan
gedung-gedung tinggi dan mall-mall yang ada, serta kalah bersaing dalam
perumahan-perumahan mewah dan real estate yang mayoritas bergaya arsitektur
modern.
Ketenaran arsitektur
modern tidak lepas dari penggunaan bahan material yang digunakan, bahan
fabrikasi yang telah tersentuh teknologi menjadi keunggulan dari arsitektur
modern, kesan kuat, rapi, indah, dan glamor menjadi sampul yang dapat jelas
terlihat oleh masyarakat yang melihatnya, karena elastisitas dari
material-material fabrikasi yang dapat dibentuk sesuai model dan kebutuhan yang
diinginkan.
Di tengah pesatnya arus
modernisasi yang terjadi di Jakarta, arsitektur tradisional Betawi masih dapat
bertahan hingga saat ini, tidak dipungkiri tentu banyak perubahan yang terjadi
pada arsitekturnya untuk dapat menyesuaikan dengan keadaan lingkungan yang berkembang,
hasil dari tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana rumah tradisional
Betawi yang berada di kawasan Meruya Udik, Meruya Selatan, Jakarta Barat
bertahan dan berkembang dengan perubahan material kekinian yang lebih unggul
dibanding material tradisional yang sejak turun temurun telah digunakan oleh
masyarakat Betawi.
Arsitektur Tradisional
Sebagai Negara majemuk yang
memiliki berbagai macam etnis, Indonesia juga memiliki arsitektur tradisional
yang terbentang dari sabang sampai merauke, arsitektur tersebut menjadi
perlambang dan ciri khas dari masing-masing etnis di tiap daerah.
Arsitektur tradisional
merupakan implementasi dari keseharian yang diwujudkan dalam bentuk bangunan,
tradisi membangun masyarakat untuk mewujudkan rumah tinggal yang sesuai dengan
kebutuhan adat istiadat dari masing-masing daerah. Menurut Amos Rapoport
(1960), Arsitektur tradisional merupakan bentukan arsitektur yang diturunkan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mempelajari bangunan tradisional
berarti mempelajari tradisi masyarakat
yang lebih dari sekadar
tradisi membangun secara fisik. Masyarakat tradisional terikat dengan adat yang
menjadi konsesi dalam hidup bersama. Menurut Myrtha Soeroto (2003,
Dari Arsitektur
Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia) Arsitektur tradisional merupakan identitas
budaya suatu suku bangsa, karena didalamnya terkandung segenap peri kehidupan masyarakatnya.
Jadi, setiap perubahan bentuk kehidupan masyarakat tradisional akan mempengaruhi
arsitekturnya. Arsitektur tradisional mementingkan keserasian antara manusia,
adat, dan alam, kearifan arsitekturnya terlihat dari penggunaan bahan material
yang berasal dari alam, namun penggunaannya tetap diatur oleh adat dan norma
yang berlaku dalam masyarakat, ini dilakukan agar kelestarian alam tetap
terjaga.
Ditengah arus
globalisasi arsitektur dunia yang semakin meluas serta gencarnya pembangunan di
segala sektor, menyebabkan pergeseran nilai serta filosofi dari arsitektur tradisional
yang ada, sehingga wujud dari arsitektur tradisional itu sendiri ikut berubah mengikuti
perkembangan yang terjadi, perubahan-perubahan tersebut tidak diimbangi oleh kemampuan
untuk mempertahankan ketradisionalan yang dimiliki bangsa ini, sehingga banyak
perumahan yang berkembang di suatu daerah tidak mengikuti ciri khas dari
arsitektur tradisional daerah tersebut.
Eko Budihardjo dalam bukunya Arsitektur
Pembangunan dan Konservasi (1997), menganalisa secara kritis mengenai
arsitektur dan konservasinya.
Globalisasi telah
membuat kebudayaan setiap bangsa berada dalam proses transformasi terus menerus
sehingga masyarakat menjadi semakin heterogen. Simbol, makna, dan bahasa
arsitektur yang dulunya disepakati bersama dalam suatu komunitas tradisional,
saat ini makin tidak tersepakati secara homogen. Pluralisme budaya memang akan
menjadi ciri setiap bangsa industrial modern yang sedang bergerak maju dan
menuntut setiap profesi agar semakin kreatif dengan penemuan dan ragam
alternatif inovasi baru.
“Rahmat Faiz Abdullah
dan Rahil M. Hasbi”
Faktor-faktor yang
menyebabkan daerah tersebut menerima kebudayaan baru dalam bentuk arsitektur
perumahan di dalam masyarakat betawi :
(1) Lantai tanah tidak
lagi populer karena perawatannya yang sulit. Pemilik rumah menginginkan bagian
teras menjadi lebih rapi dan nyaman karena teras adalah ruang tamu dan tempat
untuk sosialisasi. Material yang digunakan adalah keramik, teraso atau sekedar
plester semen.
(2) Bagian yang paling
banyak berubah adalah dinding samping dan dinding teras, hal ini disebabkan
karena pengaruh iklim sehingga material tersebut (kayu nangka atau kayu kecapi)
lebih cepat melapuk, material pengganti yang dipilih adalah batu bata karena
lebih kuat, tahan lama, dan mudah untuk dicari.
(3) Faktor budaya
masyarakat Betawi yang senang bersosialisasi menyebabkan jaro kayu nangka dan
kawat berubah menjadi tempat duduk dari bata dengan finishing keramik atau
teraso
(4) Sulitnya mencari
material kayu nangka atau kayu kecapi yang digunakan semenjak pembangunan rumah
menyebabkan pemilik rumah memilih material modern yang lebih mudah dicari, kuat,
praktis, dan efisien waktu renovasi.
(5) Pergeseran budaya
dari budaya gotong royong menjadi budaya individualis, yang menyebabkan
masyarakat lebih memilih menggunakan material rekayasa karena lebih praktis.
Penggunaan material alam membutuhkan gotong royong masyarakat dalam membangun
sebuah rumah, sedangkan penggunaan material buatan/ rekayasa hanya membutuhkan
beberapa orang tukang (lebih individual).
(6) Penempatan material
khususnya kayu juga menjadi penyebab material berubah dan diganti, material
kayu nangka pada interior dapat lebih lama bertahan dibanding material kayu
nangka pada dinding luar, ia lebih cepat lapuk karena lebih sering terkena air
hujan dan panas.
Kita masih dapat
melastarikan dengan kebudayaan daerah kita dengan cara melestarikannya, seperti
melestarikan bahasa tari tradisional, makanan dan rumah adat istiadatnya, dan
kita juga dapat membangun komunitas kebudayaan itu, contohnya komunitas
pencinta betawi, dengan cara itu kita dapat lebih memahami budaya kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar