Nama : Dina Ainun Nabilla
NPM : 12516070
1. Jelaskan mengapa
generasi muda lebih mudah menerima kebudayaan asing daripada generasi tua?
Menurut pendapat saya, generasi muda
menganggap kalau kebudyaan asing lebih keren,lebih trendi,tidak terlihat
kampungan. Kebiasaan yang terlihat pada zaman sekarang adalah mula terkikis nya
musik tradisional yang kalah oleh musik pop,rock,metal. Pada saat membeli
barang sesuatu, generasi muda lebih memilih barang dengan brand asing karena
dianggap lebih bagus dan berkualitas. Selain itu permainan tradisional seperti
gasing,enggrang,dll sudah mula terkikis oleh permainan online. Salah satu
faktor lainnya adalah globalisasi. Karena jika tidak ada globalisasi kebudayaan
asing tersebut hanya diketahui oleh penduduk negara tersebut. Selain itu
generasi muda zaman sekarang juga lebih menerima kebudayaan asing karena
kebudayaan asing memberikann kebebasan,mereka menganggap kalo budaya ketimuran
yang selama ini dianut Indonesia itu sudah kuno,dan terlalu monoton. Selain itu
teknologi juga mengambil andil dalam hal ini. Mengapa begitu? Karena di era
modern ini semua yang kita perlukan dapat kita lihat di gadget tanpa haris
bersusah payah untuk mencarinya,tiinggal cari apa yang kita mau dan semua sudah
tersedia. Banyak generasi muda yang enggan untuk belajar sejarah,karena merasa
kalau sejarah itu membosankan,namun kenyataan nya dengan belajar sejarah kita
dapat lebih menghargai dan mampu menumbuhkan rasa nasionalisme di jiwa generasi
muda. Kurangnya kesadaran dan pembelajaran tersebut membuat kebudayaan bangsa
sendiri semakin tergerus oleh kebudayaan asing tersebut. Kebudayaan asing juga
memiliki dampak positif seperti kita mampu untung berpola pikir dan mempelajari
kebiasaan dan perilaku dari negara maju, lebih mandiri dalam menyelesaikan
pekerjaan,memperluas pengetahuan. Namun beberapa dampak negatif dari kebudayaan
asing,seperti penyalahgunaan narkoba, seks bebas yang sedang marak di kalangan
generasi muda. Hal tersebut dapat terjadi karena mudahnya untuk mengakses dan
kurangnya pengawasan dari orang tua yang membuat banyak generasi muda
terjerumus. Sedangkan dengan generasi tua lebih sulit menerima kebudayaan asing
karena mereka merasa bahwa kebudayaan tersebut tidak sesuai dengan kebudayaan
ketimuran yang selama ini dianut. Selain itu, generasi tua lebih mengetahui
perjuangan para pahlawan sehingga lebih mampu menghargai dan mencintai negara
sendiri.
2.
carilah sebuah daerah yang telah mengalami perubahan budaya.
ü Globalisasi
merupakan fenomena sosial-budaya yang dengan cepat merubah pola hidup manusia
dalam berbagai aspek kehidupan. Globalisasi pun menawarkan kepuasan individual
dan golongan yang semakin menekan pengambilan keputusan dengan resiko yang
sangat riskan. Keputusan tanpa pertimbangan matang, yang berdampak pada
terancamnya keberadaan sebuah kebudayaan asli. Semisal, keputusan melalui
kesombongan teknologi, ekonomi, politik, yang secara berangsur dapat dengan
mudah menggeser nilai-nilai budaya/tradisi asli.
ü
Pengalaman
saya waktu saya berkunjung ke tempat dinas ayah saya yang kebetulan ayah saya
dinas di Papua. Didalam pikiran saya tentang Papua adalah kota sepi yang
membosankan dan hanya berisi hutan. Namun salah ternyta banyak hal tersembunyi
di kota paling timur di Indonesia. Sebenarnya dibeberapa kalangan masyarakat
Papua masih banyak yang masih terbiasa untuk memakan buah inag,kapur dll. Namun
kebiasaan tersebut mulai ditinggalkan karena banyak masyarakat yang menganggap
hal itu sangat kuno dan jorok. Hal lainnya adalah kebiasaan masyarakat Papua
zaman dulu yang biasa berpakaian menggunakan koteka,kini sudah mulai mengenal
yang namanya pakaian. Kota Papua yang dulu dikenal atau banyak yang berpikiran
bahwa Papua adalah kota terpelosok,kota paliang ujung yangtidak ada
apa-apanya,namun kini Papua ada kota yang maju,sudah banyak pusat perbelanjaan
disana,masyarakat Papua lebih terbuka dan menerima hal baru dari luar. Mungkin
kebiasaan yang masih dipercayai oleh masyaralkat disana adalah mengolesi tubuh
nya dengan minyak babi agar tidak digigit oleh nyamuk malaria.
ü
Teknologi
sudah mulai canggih,kebiasaan dan gaya hidup kebudayaan asing yang bebas lebih
mampu untuk diterima oleh masyarakat di Papua. Dengan teknologi semua dapat
diakses dengan mudah,seakan-akan dunia berada dalam genggaman kita. Sehingga
hal tersebut yang membuat kebudayan asli tersebut tergerus. Perubahan tersebut
dapat terlihat dari bagaimana masyarakat Papua telah mengenal teknologi modern
dalam kurun waktu 3 dekade.
ü
Suku-suku
di Papua sedang mengalami geger budaya atau bukan tidak mungkin. Banyak studi
atau penelitian membuktikan bahwa dibalik kemajuan pembangunan di Papua, pada
saat yang sama, suku-suku di Papua yang tidak kuat dan kurang beradaptasi
terhadap perubahan yang berlangsung cepat di wilayahnya, sedang mengalami geger
budaya. Geger budaya sejak industri-industri masuk ke wilayah Papua, bahkan
saat ini semakin intensif, menunjukkan sebuah perubahan sosial-budaya yang
sangat drastis.
ü
Budaya
lokal berada pada posisi terancam. Budaya lokal bertahan atau bergeser
tergantung pada legitimasi adat, komunitas/suku-suku yang berada di Papua
sebagai penganut dan pelaksana budayanya. Komunitas adat yang lemah pastinya
akan berdampak pada gegernya nilai-nilai baik dari komunitas local itu.
Komunitas lokal yang kuat pasti akan mempertahankan nilai-nilai hidup baik
sekali pun arus golobalisai atau indutrialisasi mengerogoti ketahanan budaya.
ü
Salah
satu penyebab tergusur nya kebudayaan lokal di kota Papua adalah keberadaan
perusahaan-perusaan asing . Misalnya, kehadiran dan keberadaan
perusahaan-perusahaan lokal, nasional dan multiinternasional yang ada,
misalnya; PT. Freeport Indonesia Mc moran, sebagai pihak yang mengelola pertambangan
emas di wilayah kabupaten Timika. PT. British Petroleum yang mengelola gas dan
minyak bumi di Bintuni. PT. Rajawali, PT.PN II Arso yang mengelola minyak
kelapa sawit di kabupaten Keerom/Arso.
ü Keberadaan
dan kehadiran perusahaan-perusahaan tersebut telah mengeksploitasi sumber daya
alam Papua secara besar-besaran. Karena di Papua terdapat banyak sekali suember
daya alam yang memiliki nilai jual yang tinggi, seperti emas,timah,batu
bara,minyak bumi sehingga banyak perusahaan asing yang mengeksploitasinya. Ekplorasi
itu mengakibatkan rusaknya ekosistem alam. Rusaknya ekosistem laut akibat
pembuangan limbah, suku-suku asli kehilangan Hak Ulayat dan mata pencaharian
akibat ilegaloging, tambang dan perusahaan kelapasawit yang membabat habis
hutan sagu. Namun banyak sumber daya alam di Papua malah tidak banyak dirasakan
oleh penduduk asli disana. Untuk harga bahan pokok disana pun sangat
mahal,harga bahan bakar juga sangat mahal,susahnya akses pengiriman barang
kesana juga menjadi salah satu faktor. Kota Papua banyak di eksploitasi namun
timbal balik untuk ota tersebut tidak sesuai dengan apa yang sudah diambil.
ü
Fenomena
demikian menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan pembangunan di Papua sebenarnya
tidak mengandung unsur/nilai penting dari kata “kebijakan” itu sendiri.
Kebijakan pembangunan, tidak semata-mata hanya sebuah label saja, melainkan
bagaimana menempatkan atau memberikan sebuah solusi terbaik yang benar-benar
mempertimbangkan kebutuhan masyarakat di Papua dengan porsi yang seadil-adilnya
tanpa ada diskriminasi.
ü
Kebijakan-kebijakan
pembangunan yang demikian dapat juga diinterpretasikan mengandung unsur
legitimasi industrialisasi. Legitimasi industri cenderung memicu terjadinya
tindak kekerasan antara masyarakat Papua dengan pihak Aparat, aparat dengan aparat
dan yang lebih disesalkan lagi bahwa kekerasan itu terjadi di antara sesama
masyarakat Papua. Pada skala ini, norma-norma adat setempat tidak dapat lagi
memecahkan masalah-masalah/persoalan yang akan dihadapi oleh penduduk atau
masyarakat Papua, terkait juga, misalnya soal sengketa tanah adat atau hak
ulayat.
ü
Fenomena
ini semakin menjelaskan bahwa keberadaan industri memberi dampak semakin
melemahnya legitimasi Adat-istiadat dan tradisi masyarakat Papua yang dengan
mudah, dapat dimanfaatkan pada momen-momen tertentu untuk kepentingan beberapa
pihak semata. Misalnya, kepentingan kaum pemodal dan politikus yang raskus
kekayaan dan jabatan. Melemahnya legitimasi adat itu sangat terlihat lagi dari
perilaku anak muda. Anak muda Papua tegelam dalam Budaya Massa. Kata mereka
yang tegelaman itu “cuek is the best”. Cuek terhadap sorotan, tuduhan dan
harapan kaum tua kepada kaum mudah sebagai generasi pewaris nilai-nilai budaya
asli. Sikap cuek ini mengungkapkan bahwa globalisasi cukup memberikan potensi
yang sangat signifikan dan mampu mempengaruhi kehidupan anak muda Papua dewasa
ini. Kaum mudah Papua mengikuti gaya selebritis media massa seperti, Televisi,
Internet, Telepon Seluler (Hp), dan lain sebagainya.
ü
Kondisi
ini sebagai pertanda bahwa telah terjadi perubahan yang mengarah pada
pergeseran penggunaan dan pemaknaan budaya asli, misalnya dalam penggunaan dan
pemaknaan “bahasa tanah” atau “bahasa ibu”. Apabila diperhatikan pada kalangan
kaum muda Papua, bahasa “tanah” atau bahasa “ibu” tidak lagi menjadi sarana
komunikasi yang rutin di gunakan dalam pergaulan keseharian mereka. Artinya
bahwa “bahasa tanah” atau “bahasa ibu” yang dulunya sebagai sarana pengikat
sebuah kekerabatan yang sarat makna dalam konteks budaya setempat, tidak
praksis lagi untuk dipergunakan.
ü
Pergeseran
ini terjadi karena kurangnya internalisasi budaya. Kurangnya pemahaman ini
membuat anak-anak muda Papua pun terkadang acuh dan cenderung berasumsi bahwa
misalnya bahasa Korea atau Bahasa Inggris dengan aksennya atau bahasa gaul yang
sering mereka istilahkan adalah bahasa-bahasa yang jauh lebih baik dan
menjadikan mereka merasa lebih modern, mungkin lebih manusiwi atau statusnya
lebih berada ketimbang mengunakan bahasa ibu.
ü
Di
samping bahasa, tak bisa dipungkiri juga bahwa anak-anak muda Papua sedang
berada dalam dinamika yang terkadang tak bisa dihindari karena mengadopsi gaya
hidup modern dengan gaya atau mode berpakaian yang ke-“barat-barat”-an,
berdansa dan berpakaian dengan gaya yang sering terlihat di televisi yang
mungkin sering mereka tonton yang lazimnya dianggap tidak etis, kini tampak
lebih etis. Sebaliknya tarian adat, lagu-lagu, ritual-ritual adat/ritus-ritus
daerah seperti; goyang pantat, perang-perangan, tarian pinggul, toki tifa, wene
pugut, awanni, waita, yospan, tumbuk tanah, menganyam noken, membuat kebun,
pahat/ukir patung, tarian asmat, togok sagu, bakar batu/barapen dan lain
sebagainya tidak menjadi, semakin memudar dan pelan-pelan semakin tersisih
kemudian ditinggalkan dan hilang dengan sendirinya.
ü
Sejumlah
fenomena ini sedang dialami sebagian besar masyarakat dan khususnya kaum muda
pada suku-suku di Papua yang umumnya tengah mengalami segregasi budaya akibat
semakin terbukanya ruang terciptanya pergeseran nilai-nilai budaya. Situasi ini
sangat membahayakan eksisnya budaya Papua di masa yang akan datang. Globalisasi
seolah-olah bak penyakit kanker yang tengah mengakar kesetiap jaringan tubuh
manusia.
ü
Modernisasi
dan globalisasi yang menggerogoti nilai-nilai budaya asli masyarakat Papua.
Orang Papua menolak tidak akan menghentikan proses yang sedang terjadi dan
menerima atau terbuka adalah sebuah pilihan yang tanpa dipaksakan akan tetap
terjadi namun tergantung subyektifitas atau daya saring dalam masyarakat Papua,
karena hal tersebut semakin terkondisi dan lebih parah lagi apabila dampak
globalisasi terkonstruksi dalam masyarakat yang akhirnya akan menggeser
nilai-nilai budaya asli Papua. Menjadi riskan bahwa terkadang representasi
masyarakat terutama dikalangan anak muda terhadap budaya baru cukup intens.
Maka, perlunya penumbuhan sikap benar-benar memahami struktur budayanya dan
terlebih dalam konteks sebagai subyek karena terkadang subyektifitas selalu
diperhadapkan pada pilihan-pilihan yang cukup atraktif atau lebih modern.
ü
Regenerasi
nilai-nilai budaya asli agar tidak hilang adalah salah satu cara yang secara
alamiah telah terbawa dan telah menjadi tanggung jawab kaum muda Papua.
Penerusan atau pewarisan nilai-nilai budaya sebaiknya tidak dijadikan sebatas
slogan terhadap keidentitasan sebagai masyarakat Papua, misalnya dengan
menggunakan pakaian adat, menyanyikan lagu dalam bahasa “tanah” atau bahasa
“ibu” ataupun sekedar melakonkan cerita zaman dahulu dalam sebuah teater mini
melainkan perlunya proses Internalisasi terhadap pemaknaan budaya asli yang
benar-benar mendalam. Proses Internalisasi yang dimaksud adalah proses dimana
kesadaran cultural yakni kesadaran nalar dan batin dapat dibangun agar terjadi
keseimbangan. Jika tidak, maka pewarisan tersebut hanya akan bersifat
mentransplantasi ke anak-anak dan generasi muda dan hal tersebut tidak akan
bertahan lama, kemudian akan hilang bersama waktu atau kasarnya budaya tersebut
hanya akan menjadi sejarah. Tentunya hal tersebut bukan harapan seluruh
masyarakat adat Papua yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya asli
Papua, maka hal terpenting yang mestinya dilakukan adalah tidak hanya sekedar
menjaga atau mempertahankan dan lebih dari pada itu menjadi subyek agar
keberadaan nilai-nilai kebudayaan asli tidak hilang atau mati dan hal itu
menjadi tanggung jawab semua pihak yang ada dan berada di Papua.
ü
Bagaimana
cara melestarikan nya? Cara saya adalah dengan ya gak usah malu untuk mengakui
atau mempelajari nya,karena banyak orang asing yang juga ingin mempelajari
kebudayaan Indonesia. Banyak hal yang perlu kita eksplor disini. Banyak
tempat-tempat wisata yang tidak kalah indah. Sebenarnya Indonesia mempunyai
kualitas barang yang bagus, namun masyarakat Indonesia itu memiliki gengsi yang
tinggi,selalu menganggap kalo barang indonesia itu tidak bermutu. Seandainya
memang kita tidak mampu memberikan prestasi atau tidak bisa mengharumkan nama
bangsa setidaknya kita harus lebih menghargai hasil kebudayaan kita sendiri. Membeli,dan
menggunakan produk buatan negeri sendiri,meperkenalkan kebudyaan Indonesia
diajang internasional,ikut andil dalam pelestarian nya.
ü
Cara
kita agar tidak mudah terpengaruh oleh kebudayaan asing adalah dengan menyaring
kebudayaan tersebut. Memang kebudayaan asing itu tidak selamanya negatif ada
beberapa dampak positif nya juga. Menyaring hal-hal positif dari kebudyaan
asing tersebut. Lebih banyak mempelajari tentang sejarah kebudayaan karena
dengan begitu kita mampu untuk lebih menghargai kebudayaan sendiri.
Daftar Pustaka
( http://beritamanado.com/globalisasi-mengancam-budaya-papua/ )
Daftar Pustaka
( http://beritamanado.com/globalisasi-mengancam-budaya-papua/ )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar