Minggu, 23 Oktober 2016

Tugas 1 Ilmu Budaya Dasar

Mia Ayu Musarofah
NPM : 14516389
Kelas :1PA12

Masa muda adalah masa pencarian jati diri dan juga cara berpikir mereka pun masih tergolong labil dan sangat mudah terpengaruh. Generasi muda juga dianggap sebagai individu yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi dikarenakan belum menetapnya norma-norma teradisional kedalam jiwa-jiwa kaum muda menyebabkan mereka lebih mudah menerima unsur-unsur baru yang kemungkinan besar dapat mengubah kehidupan mereka. Generasi muda juga cenderung lebih terbuka terhadap hal-hal baru dan informasi yang masuk disebabkan kemajuan dibidang teknologi dan komunikasi. Misalnya, lewat internet, radio, televisi, dan lain-lain, yang mana alat-alat komunikasi yang canggih ini lebih sering digunakan oleh generasi muda dibanding oleh generasi tua. Generasi muda lebih fleksibel dalam menerima unsur-unsur baru dalam kehidupannya.

Berbeda dengan generasi muda, emosi generasi tua lebih stabil dan sangat selektif dalam menerima kebudayaan baru. Generasi tua dianggap orang-orang yang sukar menerima kebudayaan-kebudayaan baru, hal ini disebabkan oleh karena norma-norma yang teradisional yang telah mendarah daging dan menjiwai sehingga sukar sekali mengubah norma-norma yang sudah demikian meresapnya. Dalam jiwa generasi tersebut, oleh karena itu banyak kaum generasi tua yang menolak kebudayaan-kebudayaan baru. Selain itu informasi yang di dapatkan oleh generasi tua juga cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan informasi yang didapat oleh generasi muda melalui media komunikasi yang sudah maju yang lebih sering digunakan oleh generasi muda.

Selain kaum muda, individu-individu yang juga sangat mudah menerima budaya lain adalah masyarakat yang dekat dengan jalur-jalur masuk budaya asing, atau dengan kata lain tempat-tempat yang mengalami perkembangan tekhnologi yang pesat, sehingga memungkinkan untuk dapat bersentuhan dengan budaya dari luar dengan mudah.


Nilai Budaya Minangkabau Melemah, Ini Penyebabnya

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno mengakui, persentuhan era globalisasi ditandai perkembangan teknologi dan informasi dengan budaya Minangkabau telah menyebabkan melemahnya nilai-nilai budaya etnis ini. Hal itu disampaikannya, berkaitan dengan pembahasan rancangan Peraturan Daerah Sumbar tentang penguatan dan pelestarian budaya Minangkabau antara Pemerintah Provinsi dengan DPRD Sumbar.
Ia menyebutkan, melemahnya nilai-nilai budaya Minangkabau karena perkembangan zaman dan era globalisasi menjadi salah satu pertimbangan disusunnya Ranperda penguatan dan pelestarian budaya Minangkabau tersebut. Melemahnya nilai-nilai budaya tersebut juga berdampak negatif terhadap kewibawaan pemuka masyarakat adat dan agama di daerah Minangkabau (Sumbar, red), tambahnya.
Ia menjelaskan, Minangkabau dan masyarakat etnis ini telah memiliki budaya yang tumbuh, berkembang, dipertahankan dan diwariskan oleh leluhurnya sejak ratusan tahun untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Menurut dia, budaya Minangkabau telah dimanfaatkan sejak ratusan tahun sehingga telah teruji keandalannya dalam kehidupan masyarakat, sesuai dengan kepribadian dan filsafat hidup serta merupakan jati diri yang perlu dipelihara.
Ia menyatakan, dalam perkembangnya budaya Minangkabau tidak menutup diri terhadap masuknya pengaruh dan budaya asing seperti melalui kearifan lokal masyarakat Minang telah terjadi akulturasi dengan masuknya ajaran Islam ke Sumbar ratusan tahun lalu.
Meski demikian, persentuhan dengan globalisasi tidak dipungkiri juga berdampak terhadap menurunnya nilai-nilai budaya Minangkabau sehingga dibutuhkan aturan hukum untuk penguatan dan pelestarian budaya etnis tersebut, tambahnya.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat, Perubahan nilai adat Minagkabau yang sedang dialami masyarakat minangkabau adalah perubahan dalam bidang sosial.  Orang minangkabau menjunjung tinggi nilai egaliter atau persamaan drajat. Mereka juga sangat menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat. Salah satu cara bersosial kaum minangkabau adalah bermusyawarah dan bermufakat jika ada permasalahan yang dihadapi, namun seiring berjalannya waktu,  bagian sosial tersebut perlahan hilang. 

Dalam aspek religi masyarakat minangkabau  juga dikenal dengan sistem religi yang kuat dan agamis. Ciri masyarakat yang agamis salah satunya adalah dengan rajin beribadah, memiliki tempat ibadah yang biasa disebut surau dan mempergunakan surau dengan sebaik-baiknya. Namun seiring berkembangnya zaman, banyak pernyataan yang menunjukkan bahwa akhlak dan kaum minangkabau sedang merosot, mulai dari berubahnya fungis surau dan tidak percaya dengan kekuatan doa.

Bentuk penyebaran kebudayaan termasuk dalam akulturasi. Menurut Koentjaraningrat, percampuran menyangkut konsep mengenai proses sosial yang timbul jika sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing. Akibatnya, unsur-unsur asing lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan asli. Pencampuran kebudayaan merupakan pedoman kata dari istilah bahasa Inggris acculturation. Percampuran merupakan suatu perubahan besar dari suatu kebudayaan sebagai akibat adanya pengaruh dari kebudayaan asing. Proses percampuran berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan adanya unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui kecanggihan teknologi akibat globalisasi yang diserap atau diterima secara selektif dan ada unsur-unsur yang tidak diterima sehingga proses perubahan kebudayaan melalui mekanisme percampuran masih memperlihatkan adanya unsur-unsur kepribadian yang asli.

Dari berita tersebut diatas dapat dilihat bahwa faktor yang menyebabkan daerah tersebut menerima kebudayaan baru salah satunya adalah masyarakat yang terbuka hubungannya dengan orang dari beraneka ragam kebudayaan, dan masyarakat yang cenderung lebih mudah untuk menerima kebudayaan asing atau baru. Globalisasi juga mempengaruhi hal ini, akses terhadap media komunikasi menjadi faktor penentu terbuka atau tertutupnya sebuah masyarakat. Terlebih daerah-daerah yang di mana surat kabar, media televisi, radio, atau internet sudah bisa diakses akan mudah mengalami perubahan dibandingkan dengan daerah-daerah yang sama sekali terisolasi, dan Sumatera Barat adalah merupakan daerah yang tidak terisolasi. Hal ini menyebabkan kebudayaan di seluruh dunia menjadi tanpa batas untuk diakses dan disebar luaskan termasuk kepada masyarakat minangkabau. Faktor lain yang mempengaruhi adalah unsur kebudayaan baru lebih mudah diterima masyarakat. Jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur baru tersebut. Corak struktur masyarakat yang menentukan proses penerimaan unsur kebudayaan baru. Masyarakat dengan struktur yang otoriter akan sukar menerima setiap unsur kebudayaan baru, kecuali kebudayaan baru tersebut langsung atau tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh rezim yang berkuasa.

Sebagai mahasiswa kita diwajibkan untuk mengglobal, mengikuti perubahan dalam segala bidang, agar tidak tertinggal dengan pelajar dari negara lain, tapi kita juga tidak harus melupakan identitas bangsa. Kebudayaan daerah harus dipertahankan bukan hanya oleh generasi tua melainkan oleh semua kalangan masyarakat. Era globalisasi menyebabkan kebudayaan baru mengalir sangat deras hingga hampir menenggelamkan kebudayaan lama. Terlebih bagi generasi muda kebudayaan luar jauh lebih menarik daripada kebudayaan daerahnya sendiri.

Cara mempertahankan kebudayaan daerah salah satunya  dengan cara mengadakan atau mengikuti kegiatan pelestarian budaya dalam setiap kurun waktu tertentu, kegiatan tersebut juga sekaligus untuk memperkenalkan betapa kayanya Indonesia dengan budaya kepada generasi muda yang belum mengenal budaya daerah untuk lebih mengenal lalu mencintai sehingga bisa turut andil dalam pelestarian  budaya dan mempertahankannya. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga bisa menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi, memasak dan memakan makanan khas Indonesia, ataupun memakai pakaian batik di setiap kesempatan formal.

Di era globalisasi ini sangat segala aspek kehidupan hampir terjamah oleh kebudayaan luar, mulai dari makanan yang cepat saji yang sebenarnya tidak sehat karna mengandung banyak lemak dan pengawet, lalu pakaian yang serba ketat dan mini.  kecanggihan teknologi yang membuat orang Indonesia yang pada awalnya  ramh-tamah tapi semakin hari semakin individualis, hingga dalam bidang seni, musik dan tarian dari luar yang menggeser eksistensi musik daerah dan tari tradisional.

            Kebudayaan baru sangat banyak dan beragam dan perlahan masuk dalam ranah kehidupan kita. Cara agar kita  tidak terpengaruh dengan kebudayaan luar  adalah dengan mempersiapkan diri atau membekali diri dengan ilmu agama maupun nilai-nilai sosial, memperkuat rasa nasionalisme dan jiwa patriotisme, dan yang terpenting adalah selektif dalam memilih kebudayaan luar untuk dterapkan dalam kehidupan sehari-hari karena tidak semua kebudayaan luar memberikan dampak postif, atau juga tidak semua kebudayaan luar sesuai dengan norma-norma sosial yang berlaku atau sesuai dengan budaya yang diajarkan oleh para leluhur kita yang menjadi identitas bangsa sampai saat ini.

Daftar pustaka
3.       Artikel ilmiah “Perubahan Nilai-nilai Budaya Miangkabau” oleh Alfino Prasetyawan.
http://www.zonasiswa.com/2015/09/akulturasi-pengertian-proses-dan-bentuk.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Matematika dan Ilmu Alamiah Dasar Tugas 9

Nama  : Intan Justitia Dewi Top of Form Bottom of Form Kelas  : I PA 12 NPM  : 18516337 The Great Blue Hole, Jurang Terdalam ...