Mia Ayu Musarofah
NPM : 14516389
Kelas :1PA12
Masa
muda adalah masa pencarian jati diri dan juga cara berpikir mereka pun masih
tergolong labil dan sangat mudah terpengaruh. Generasi muda juga dianggap
sebagai individu yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk
melalui proses akulturasi dikarenakan belum menetapnya norma-norma teradisional
kedalam jiwa-jiwa kaum muda menyebabkan mereka lebih mudah menerima unsur-unsur
baru yang kemungkinan besar dapat mengubah kehidupan mereka. Generasi muda juga
cenderung lebih terbuka terhadap hal-hal baru dan informasi yang masuk
disebabkan kemajuan dibidang teknologi dan komunikasi. Misalnya, lewat
internet, radio, televisi, dan lain-lain, yang mana alat-alat komunikasi yang
canggih ini lebih sering digunakan oleh generasi muda dibanding oleh generasi
tua. Generasi muda lebih fleksibel dalam menerima unsur-unsur baru dalam
kehidupannya.
Berbeda dengan generasi muda, emosi
generasi tua lebih stabil dan sangat selektif dalam menerima kebudayaan baru. Generasi
tua dianggap orang-orang yang sukar menerima kebudayaan-kebudayaan baru, hal
ini disebabkan oleh karena norma-norma yang teradisional yang telah mendarah
daging dan menjiwai sehingga sukar sekali mengubah norma-norma yang sudah
demikian meresapnya. Dalam jiwa generasi tersebut, oleh karena itu banyak kaum
generasi tua yang menolak kebudayaan-kebudayaan baru. Selain itu informasi yang
di dapatkan oleh generasi tua juga cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan
informasi yang didapat oleh generasi muda melalui media komunikasi yang sudah
maju yang lebih sering digunakan oleh generasi muda.
Selain kaum muda,
individu-individu yang juga sangat mudah menerima budaya lain adalah masyarakat
yang dekat dengan jalur-jalur masuk budaya asing, atau dengan kata lain
tempat-tempat yang mengalami perkembangan tekhnologi yang pesat, sehingga
memungkinkan untuk dapat bersentuhan dengan budaya dari luar dengan mudah.
Nilai
Budaya Minangkabau Melemah, Ini Penyebabnya
REPUBLIKA.CO.ID, PADANG
-- Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno mengakui, persentuhan era
globalisasi ditandai perkembangan teknologi dan informasi dengan budaya Minangkabau
telah menyebabkan melemahnya nilai-nilai budaya etnis ini. Hal itu
disampaikannya, berkaitan dengan pembahasan rancangan Peraturan Daerah Sumbar
tentang penguatan dan pelestarian budaya Minangkabau antara Pemerintah Provinsi
dengan DPRD Sumbar.
Ia menyebutkan,
melemahnya nilai-nilai budaya Minangkabau karena perkembangan zaman dan era
globalisasi menjadi salah satu pertimbangan disusunnya Ranperda penguatan dan
pelestarian budaya Minangkabau tersebut. Melemahnya nilai-nilai budaya tersebut
juga berdampak negatif terhadap kewibawaan pemuka masyarakat adat dan agama di
daerah Minangkabau (Sumbar, red), tambahnya.
Ia menjelaskan,
Minangkabau dan masyarakat etnis ini telah memiliki budaya yang tumbuh,
berkembang, dipertahankan dan diwariskan oleh leluhurnya sejak ratusan tahun
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Menurut dia, budaya Minangkabau telah
dimanfaatkan sejak ratusan tahun sehingga telah teruji keandalannya dalam
kehidupan masyarakat, sesuai dengan kepribadian dan filsafat hidup serta
merupakan jati diri yang perlu dipelihara.
Ia
menyatakan, dalam perkembangnya budaya Minangkabau tidak menutup diri terhadap
masuknya pengaruh dan budaya asing seperti melalui kearifan lokal masyarakat
Minang telah terjadi akulturasi dengan masuknya ajaran Islam ke Sumbar ratusan
tahun lalu.
Meski demikian, persentuhan dengan
globalisasi tidak dipungkiri juga berdampak terhadap menurunnya nilai-nilai
budaya Minangkabau sehingga dibutuhkan aturan hukum untuk penguatan dan
pelestarian budaya etnis tersebut, tambahnya.
Menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat, Perubahan
nilai adat Minagkabau yang sedang dialami masyarakat minangkabau adalah
perubahan dalam bidang sosial. Orang
minangkabau menjunjung tinggi nilai egaliter atau persamaan drajat. Mereka juga
sangat menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat. Salah satu cara bersosial kaum
minangkabau adalah bermusyawarah dan bermufakat jika ada permasalahan yang
dihadapi, namun seiring berjalannya waktu,
bagian sosial tersebut perlahan hilang.
Dalam
aspek religi masyarakat minangkabau juga
dikenal dengan sistem religi yang kuat dan agamis. Ciri masyarakat yang agamis
salah satunya adalah dengan rajin beribadah, memiliki tempat ibadah yang biasa
disebut surau dan mempergunakan surau dengan sebaik-baiknya. Namun seiring
berkembangnya zaman, banyak pernyataan yang menunjukkan bahwa akhlak dan kaum
minangkabau sedang merosot, mulai dari berubahnya fungis surau dan tidak percaya
dengan kekuatan doa.
Bentuk
penyebaran kebudayaan termasuk dalam akulturasi. Menurut Koentjaraningrat,
percampuran menyangkut konsep mengenai proses sosial yang timbul jika
sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur
kebudayaan asing. Akibatnya, unsur-unsur asing lambat laun diterima dan diolah
ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan
asli. Pencampuran kebudayaan merupakan pedoman kata dari istilah bahasa Inggris
acculturation. Percampuran merupakan suatu perubahan besar dari suatu
kebudayaan sebagai akibat adanya pengaruh dari kebudayaan asing. Proses
percampuran berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan
adanya unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui kecanggihan teknologi
akibat globalisasi yang diserap atau diterima secara selektif dan ada
unsur-unsur yang tidak diterima sehingga proses perubahan kebudayaan melalui
mekanisme percampuran masih memperlihatkan adanya unsur-unsur kepribadian yang
asli.
Dari
berita tersebut diatas dapat dilihat bahwa faktor yang
menyebabkan daerah tersebut menerima kebudayaan baru salah satunya adalah masyarakat
yang terbuka hubungannya dengan orang dari beraneka ragam kebudayaan, dan masyarakat
yang cenderung lebih mudah untuk menerima kebudayaan asing atau baru. Globalisasi
juga mempengaruhi hal ini, akses terhadap media komunikasi menjadi faktor
penentu terbuka atau tertutupnya sebuah masyarakat. Terlebih daerah-daerah yang
di mana surat kabar, media televisi, radio, atau internet sudah bisa diakses
akan mudah mengalami perubahan dibandingkan dengan daerah-daerah yang sama
sekali terisolasi, dan Sumatera Barat adalah merupakan daerah yang tidak
terisolasi. Hal ini menyebabkan kebudayaan di seluruh dunia menjadi tanpa batas
untuk diakses dan disebar luaskan termasuk kepada masyarakat minangkabau. Faktor
lain yang mempengaruhi adalah unsur kebudayaan baru lebih mudah diterima masyarakat.
Jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya
unsur baru tersebut. Corak struktur masyarakat yang menentukan proses
penerimaan unsur kebudayaan baru. Masyarakat dengan struktur yang otoriter akan
sukar menerima setiap unsur kebudayaan baru, kecuali kebudayaan baru tersebut
langsung atau tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh rezim yang berkuasa.
Sebagai mahasiswa kita diwajibkan
untuk mengglobal, mengikuti perubahan dalam segala bidang, agar tidak
tertinggal dengan pelajar dari negara lain, tapi kita juga tidak harus
melupakan identitas bangsa. Kebudayaan daerah harus dipertahankan bukan hanya
oleh generasi tua melainkan oleh semua kalangan masyarakat. Era globalisasi menyebabkan
kebudayaan baru mengalir sangat deras hingga hampir menenggelamkan kebudayaan
lama. Terlebih bagi generasi muda kebudayaan luar jauh lebih menarik daripada
kebudayaan daerahnya sendiri.
Cara mempertahankan kebudayaan
daerah salah satunya dengan cara
mengadakan atau mengikuti kegiatan pelestarian budaya dalam setiap kurun waktu
tertentu, kegiatan tersebut juga sekaligus untuk memperkenalkan betapa kayanya
Indonesia dengan budaya kepada generasi muda yang belum mengenal budaya daerah
untuk lebih mengenal lalu mencintai sehingga bisa turut andil dalam pelestarian
budaya dan mempertahankannya. Dalam
kehidupan sehari-hari kita juga bisa menggunakan bahasa daerah dalam
berkomunikasi, memasak dan memakan makanan khas Indonesia, ataupun memakai
pakaian batik di setiap kesempatan formal.
Di era globalisasi ini sangat
segala aspek kehidupan hampir terjamah oleh kebudayaan luar, mulai dari makanan
yang cepat saji yang sebenarnya tidak sehat karna mengandung banyak lemak dan
pengawet, lalu pakaian yang serba ketat dan mini. kecanggihan teknologi yang membuat orang
Indonesia yang pada awalnya ramh-tamah
tapi semakin hari semakin individualis, hingga dalam bidang seni, musik dan
tarian dari luar yang menggeser eksistensi musik daerah dan tari tradisional.
Kebudayaan
baru sangat banyak dan beragam dan perlahan masuk dalam ranah kehidupan kita.
Cara agar kita tidak terpengaruh dengan
kebudayaan luar adalah dengan
mempersiapkan diri atau membekali diri dengan ilmu agama maupun nilai-nilai
sosial, memperkuat rasa nasionalisme dan jiwa patriotisme, dan yang terpenting
adalah selektif dalam memilih kebudayaan luar untuk dterapkan dalam kehidupan
sehari-hari karena tidak semua kebudayaan luar memberikan dampak postif, atau
juga tidak semua kebudayaan luar sesuai dengan norma-norma sosial yang berlaku
atau sesuai dengan budaya yang diajarkan oleh para leluhur kita yang menjadi
identitas bangsa sampai saat ini.
Daftar pustaka
3.
Artikel ilmiah “Perubahan Nilai-nilai Budaya
Miangkabau” oleh Alfino Prasetyawan.
http://www.zonasiswa.com/2015/09/akulturasi-pengertian-proses-dan-bentuk.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar