NAMA : DESNIA RAHMA SARI
KELAS : 1PA12
NPM : 11516844
FENOMENA ALAM ES KUTUB UTARA BENAR-BENAR MENCAIR!!
Mencairnya es di
laut Kutub Utara telah menyebabkan jalur yang mengelilingi daerah Barat Laut
dan Timur laut terbuka bersamaan, ini adalah pertama kalinya dalam sejarah
manusia dapat berlayar mengelilingi Kutub Utara.
Foto satelit daerah Kutub
Utara yang diumumkan baru-baru ini menunjukkan, es di kutub utara telah mencair
dan menyebabkan jalur Barat Laut dan Timur Laut di kutub utara terbuka secara
bersamaan minggu lalu, ini adalah pertama kalinya ma-nusia dapat berlayar
mengelilingi kutub utara dengan tanpa hambatan sama sekali, namun hal ini juga
menunjukkan bahwa proses pemanasan global menjadi lebih cepat daripada
perkiraan.
Bongkahan es
terakhir pun telah lenyap
Harian Independent
Inggris dalam artikelanya pada 31 Agustus lalu memberitakan, ilmuwan dari
Universitas Bremen Jerman telah mengumumkan sejumlah foto yang telah diambil
dari satelit milik NASA yang menunjukkan bahwa jalur Barat Laut pada akhir
pekan minggu lalu telah terbuka, sementara bongkahan es terakhir yang menutupi
jalur yang menembus Laut Laptev-Siberia mengarah ke Rusia juga telah mencair
beberapa hari setelahnya.
Ini adalah pertama kali-nya
kedua jalur pintas tersebut terbuka setelah 125.000 tahun lamanya, juga
merupakan salah satu fenomena pemanasan global paling mencengangkan yang muncul
di kutub utara selama 1 bulan terakhir ini. Seorang professor tentang pakar
lautan es dari Pusat Informasi Es dan Salju Amerika (NSIDC), mengatakan, ini
merupakan suatu “Kejadian besar bersejarah”, dan semakin lanjut membuktikan
bahwa gunung es di kutub utara kemungkinan telah memasuki “pusaran maut” yang
tidak dapat diselamatkan lagi.
Pemanasan global
semakin cepat, para ahli terkejut
Minggu lalu NSIDC pernah
mengeluarkan peringatan bahwa dalam beberapa minggu ke depan jumlah gunung es
di kutub utara kemungkinan akan menyusut bahkan lebih sedikit dari rekor
terendah tahun lalu. Ilmuwan asal Amerika, Moslowski, dalam laporan yang
dipublikasikan tahun ini meramalkan, dalam tempo 5 tahun musim panas di kutub
utara bakal tidak ada es sama sekali, selain itu kecepatan mencairnya es
kemungkinan juga akan bertambah cepat. Hal yang memicu adanya argumen-argumen
seperti ini adalah karena jumlah lapisan es yang mencair di kutub utara telah
mencapai skala yang seharusnya baru akan terjadi pada tahun 2050 mendatang.
Keuntungan transportasi
laut, jarak tempuh pelayaran berkurang ribuan mil
Jalur Barat Laut kutub utara
ini melewati Canada, dan jalur Timur Laut melewati Rusia mengelilingi kutub
utara. Tahun 2005 jalur Timur Laut pernah sekali terbuka, waktu itu jalur Barat
Laut masih tetap tertutup, tahun lalu keadaannya terbalik, dan sekarang kedua
jalur itu terbuka bersamaan. Pihak yang paling mendambakan terjadinya hal ini
seharusnya adalah perusahaan pelayaran, sebab dengan terbukanya kedua jalur ini
akan dapat memperpendek jarak tempuh pelayaran sebanyak ribuan mil. Terbukanya
jalur pelayaran Timur Laut ini telah memperpendek jarak pelayaran antara Jerman
dan Jepang sebanyak 4.000 mil, dan sudah ada perusahaan pelayaran yang
bersiap-siap untuk membuka jalur pelayaran Timur Laut tahun depan. (Guan
Shuping/lie/erabaru – http://www.indonesiaindonesia.com/f/36410-es-kutub-utara-mencair/
Kutub Selatan
Mencair, Bongkahan Es Raksasa Terdampar di Australia
Kurang lebih Seminggu yang
lalu Australia dikejutkan dengan terdamparnya gunung es berdiameter raksasa di
wilayah perairan Australia. Bongkahan es raksasa tersebut diperkirakan berasal
dari kutub selatan. Bagaimana bisa??
Kita mengetahui “Global
Warming” memang memberi pengaruh besar terhadap kehidupan dan bumi kita
terlebih dalam 10 tahun terakhir. Tapi siapa yang menyangka kalau dampak
besarnya sudah bisa terlihat sangat jelas sekarang. Memang dalam beberapa tahun
terakhir sangat banyak dampak-dampak luar biasa dari Global Warming, seperti
meningkatnya suhu global secara drastis, cuaca dan iklim yang semakin kacau dan
sulit untuk diprediksi, El-nino yang semakin sulit untuk diatasi, meningkatnya
permukaan laut, dll.
Namun dampak terbesar yang
baru saja terjadi akhir-akhir ini adalah terdamparnya gunung es di perairan
Australia. Berikut keterangan yang saya kutip dari kompas.com
23 November 2009
Bongkahan es raksasa
yang jumlahnya ratusan bergerak dari Antartika menuju pulau-pulau di Selandia
Baru. Bongkahan es yang besarnya seperti stadion itu dikhawatirkan Pemerintah
Selandia Baru mengancam pelayaran. Hasil pemotretan satelit menunjukkan,
bongkahan besar es baru saja melewati kawasan pulau Auckland dan menuju pulau
utama South Island, sekitar 450 kilometer arah timur laut.
“Peringatan berlaku bagi
semua kapal di kawasan itu agar waspada terhadap keberadaan bongkahan es,” kata
juru bicara kelautan Selandia Baru, Ross Henderson, seperti dilaporkan AFP.
Keberadaan bongkahan es dalam kelompok besar itu disampaikan ahli gletser dari
Divisi Antartika Australia.
Mereka terus memantau
pergerakan bongkahan-bongkahan es tersebut. Menurut mereka, bongkahan es itu
merupakan bagian dari bongkahan raksasa yang Oktober lalu terlihat di sekitar
Pulau Macquarie, Australia.
Saat itu, dua bongkahan
besar—yang pertama selebar dua kilometer dan kedua sebesar stadion olimpiade
Beijing terpantau di sana. Sementara itu, yang terpantau menuju Selandia Baru
hari Senin lalu sudah terpecah-pecah dalam berbagai ukuran.
Beberapa di antaranya
memiliki lebar 200 meter. “Semua berasal dari satu bongkahan besar, yang
mungkin luasnya 30-an kilometer persegi di Antartika sana,” kata salah satu
ahli gletser, Neal Young. Meningkatnya suhu global dan muka laut karena
pemanasan global dituding sebagai penyebabnya.
Setelah tiga tahun
Menurut Neal Young, bongkahan es dalam jumlah besar terakhir terlihat mengapung
di dekat Selandia Baru pada tahun 2006 lalu. Saat itu, hanya berjarak 25
kilometer dari garis pantai—kejadian pertama setelah tahun 1931.Ia yakin akan
semakin sering melihat kejadian serupa bila suhu global terus meningkat.
Sejumlah ahli tidak yakin
akan hal ini. Berkurangnya luasan es Antartika di Kutub Selatan telah
teridentifikasi beberapa tahun terakhir. Namun, berkurangnya lapisan es di
kawasan Antartika timur dalam jumlah besar, selama tiga tahun terakhir, dinilai
para ahli sebagai “kejutan”. Tidak seperti lapisan es di Antartika barat, yang
selama ini dikenal rentan dan tidak stabil, lapisan es di Antartika timur
dikenal sangat stabil.
Menurut kutipan diatas
kutub selatan mulai mencair dan bongkahan2 esnya memasuki kawasan Australia.
Yang membuat saya terkejut adalah Belum lama ini sebuah foto satelit menangkap
sebuah bongkahan dari pecahan gunung es di Antartika (Kutub Selatan) telah
hanyut hingga menuju perairan Australia sekitar Macquarie Island di ikuti 100
potongan es kecil menuju arah Selandia Baru.
Diperkirakan bongkahan es
yang ditandai lingkaran merah pada gambar diatas adalah bongkahan es yang
terdampar di perairan Australia baru-baru ini. Besarnya bongkahan gunung es
yang larut terbawa arus tersebut setara dengan 2 kali luas Hongkong. Ukurannya
inilah yang membuat saya terkejut, bayangkan 2x ukuran Hongkong?!.
Seorang Ahli Gunung Es
Glaciologist Neal Young dikutip AFP mengatakan hal ini pernah terjadi dahulu
kala, namun saat ini siklus ini terjadi kembali. Hongkong Memiliki Luas 49 km
persegi, sedangkan bongkahan gunung es tersebut memiliki panjang hingga 19, 2
(hampir 20 km) dengan lebar 5 km.
Semakin banyak
es mencair
Walau terpencil dan tidak
bersahabat, wilayah kutub sejak lama menarik perhatian para ilmuwan.
Jauh dibawah permukaannya
yang beku, kutub menyimpan rahasia kuno bumi, ketika es menutupi sebagian besar
permukaan bumi.
Tetapi bersamaan dengan
besarnya keinginan para ilmuwan untuk mempelajari daerah ini, makin meningkat
pula kekuatiran bahwa es di kedua kutub bumi mencair dengan tingkat yang sangat
cepat.
Ini jelas terlihat di laut Artik, lautan yang sangat dingin, yang mengitari
Kutub Utara, yang menimpa es abadi.
Seperti diketahui, di Kutub
Utara dan Selatan terdapat dua jenis, yaitu es musiman, yang terbentuk saat
musim dingin tiba, dan es abadi, yang tebal dan tidak mencair sepanjang tahun.
Namun penelitian selama 10 tahun terakhir menunjukkan penurunan dramatis dalam
es abadi.
Dr. Son Nghiem adalah
ilmuwan di badan antariksa NASA, yang menggunakan pantauan citra satelit untuk
menentukan seberapa banyak es abadi yang cair.
“Yang kami amati adalah
penurunan drastis es abadi dan luas penurunan bisa dikatakan sangat luas. Pada
tahun 2005 terjadi pengurangan hingga 14 persen atau wilayah seluas Texas
maupun Turki,” tuturnya.
Pola lama
menghilang
Diperkirakan es
di kutub mencair dlam waktu 40 tahun
Sementara itu laju
mencairnya es musiman di kawasan Artik juga semakin meningkat saja dalam satu
dasa warsa terakhir ini.
Biasanya setiap musim gugur,
dengan arus dingin yang bergerak, maka daerah yang mencair biasanya beku
kembali. Tetapi pola seperti itu ternyata tidak terjadi lagi terjadi.
Es musiman yang hilang di
musim panas semakin sedikit yang bisa membeku kembali di musim dingin
berikutnya.
Dr. Mark Serreze, seorang
ilmuwan khusus yang mengawasi es lautan di Universitas Colorado, mengatakan
asumsinya adalah es Artik akan kembali muncul di musim dingin.
“Tetapi yang kita lihat
sekarang adalah musim dingin tidak mampu mengembalikan es yang sebelumnya
hilang. Kami melihat sendiri kejadian itu pada tahun 2006,” tambahnya.
Pada Bulan November, menurut
Dr. Mark Serreze, kawasan Artik kehilangan 2 juta km2 persegi esnya
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Ini menjelaskan kepada kita
bahwa sistem yang selama ini ada ternyata tidak lagi mampu menyembuhkan diri,”
tuturnya.
Mengancam
kehidupan
“Salah satu yang
sangat menggoda adalah jalur pelayaran laut Utara karena akan langsung membawa
kapal dari Eropa ke Jepang” – Dr. David Vaughan
Para ilmuwan mengatakan
peningkatan suhu yang disebabkan oleh peningkatan C02, karbon dioksida, di
atmosfir bumi yang menjadi penyebabnya.
Bagaimanapun ada juga
faktor-faktor alam, seperti kencangnya angin yang membawa es Laut Artik ke
lautan yang temperaturnya lebih hangat.
Mencairnya lautan es ini
merupakan persoalan hidup mati bagi kehidupan binatang laut di Kutub Utara.
Beruang Kutub, misalnya,
seperti menyaksikan dengan mata kepala sendiri habitatnya dimusnahkan.
Situasi begitu
mengkhawatirkan sehingga pemerintah Amerika Serikat akhirnya mau juga mengakui
bahwa pemanasan global yang menjadi penyebab semakin banyaknya es yang mencair
di kutub.
Dan ancamannya bukan
terhadap ekosistem semata, tetapi juga pada penduduk asli yang hidup di
pinggiran Laut Artik.
Apa yang terjadi belakangan
merupakan ancaman bagi cara hidup masyarakat yang telah bertahan ribuan tahun.
Edward Itta, Walikota sebuah
kota kecil di Alaska Utara, menjelaskan ancaman al bagi kehidupan mereka.
“Musim dingin menjadi lebih
pendek, kurang menggigit, dan salju cair lebih awal, sementara lapisan es lebih
tipis. Semua ini menyulitkan perburuan ikan paus, yang menjadi cara hidup kami
selama seribu tahun lebih.”
Edward Itta yang juga
merupakan pemburu ikan paus menegaskan bahwa berburu ikan paus merupakan inti
kebudayaan mereka.
Kepentingan
ekonomi
Ada juga yang
melihatnya sebagai kesempatan
Salah satu yang dituding
mendorong pemanasan global adalah ketergantungan umat manusia terhadap minyak.
Namun di sisi lain banyak
yang melihat melelehnya es di kawasan kutub sebagai kesempatan bagus untuk
melakukan eksplorasi minyak.
Soalnya, diperkirakan sekitar
sisa 25% cadangan minyak dunia diperkirakan ada di dasar Laut Artik.
Dan perusahaan-perusahaan
minyak sudah tak sabar untuk melakukan eksplorasi.
Selain itu melelehnya
gunng-gunung es juga dianggap membuka jalur perkapalan baru, yang diyakini akan
memperbaiki perekonomian kawasan.
Dr. David Vaughan dari Badan
Penelitian Antartika Inggris mengakui godaan keuntungan ekonomi terlalu kuat
untuk diabaikan.
“Salah satu yang sangat
menggoda adalah jalur pelayaran laut Utara karena akan langsung membawa kapal
dari Eropa ke Jepang. Kalau itu terjadi maka akan menghemat uang dan waktu,”
katanya.
Selama ini kapal-kapal dari
Eropa yang menuju sebagian kawasan Asia harus memutar lewat Terusan Suez.
“Jadi memang ada keuntungan,
tetapi juga konsekuensi negatif jelas tidak kalah besarnya dari pemanasan
global ini.”
40 tahun lagi?
Memang persoalan Artik pada
akhirnya bukan persoalan keilmuan saja, melainkan juga persoalan kepentingan
ekonomi dan teritorial dari beberapa negara seperti Kanada, Rusia, Amerika
Serikat, dan Norwegia.
Bagaimanapun dari bukti
ilmiah, jelas bahwa Kutub Utara dan Seladan berada dibawah ancaman perubahan
iklim yang hebat.
Dan kedua daerah ini sangat
vital dalam menjaga agar planet tetap dingin karena es di kutub menjadi perisai
bumi dalam menangkis 90% sinar matahari yang menimpa bumi, dan mengembalikannya
ke angkasa luar.
Tetapi kalau es di kutub
mencair maka 90% panas sinar matahari akan diserap lautan dan semakin
meningkatkan pemanasan global.
Dengan tidak menghentikan
tingkat emisi C02 saat ini, diperkirakan es abadi di kutub akan musnah dalam
waktu tidak lama lagi.
Jika mengikuti model yang
sudah dirancang para ilmuwan, maka es abadi akan meleleh sepenuhnya dalam waktu
40 tahun.
Apakah manusia harus
menunggu 40 tahun lagi sebelum menyadari dampaknya bagi kehidupan di bumi?
(Sumber: http://www.bbc.co.uk/indonesian/indepth/story/2007/02/070216_globalwarming1.shtml)
Es Kutub Utara
Mencair
Pertama kali terjadi setelah
125 ribu tahun, akhirnya es kutub utara mencair, foto satelit daerah kutub
utara menunjukkan jalur Barat Laut dan Timur Laut di kutub utara terbuka secara
bersamaan minggu lalu, ini adalah pertama kalinya manusia dapat berlayar
mengelilingi kutub utara tanpa hambatan sama sekali, namun hal ini berarti
proses pemanasan global terjadi lebih cepat daripada yang kita bayangkan.
Ilmuan dari universitas
Bremen Jerman mempublikasikan sejumlah foto yang diambil dari satelit milik
NASA yang menunjukkan jalur barat laut telah terbuka, sementara bongkahan es
terakhir yang selama ini menutupi jalur yang menembus laut Laptev-Siberia
mengarah ke Rusia juga telah mencair. Berita tentang hal ini juga dimuat di
harian Independent Inggris 31 Agustus yang lalu.
Para ilmuan asal Amerika
memperkirakan jika pemanasan global tetap terjadi maka dalam tempo 5 tahun
musim panas di Kutub utara bakal tidak ada es sama sekali!, perkiraan seperti
ini bisa muncul karena jumlah lapisan es yang telah mencair hingga saat ini
seharusnya baru akan terjadi pada tahun 2050 mendatang.
Pada tahun 2005 jalur Timur
Laut pernah sekali terbuka, tetapi jalur Barat Laut waktu itu tetap tertutup,
dan tahun 2006 keadaannya berbalik, tetapi pada tahun ini kedua jalur tersebut
terbuka secara bersamaan. Pihak yang paling mendambakan terjadinya hal ini
adalah perusahaan pelayaran, sebab dengan terbukanya kedua jalur ini akan dapat
memperpendek jarak tempuh pelayaran sebanyak ribuan mil.
Terbukanya jalur ini
memperpendek jarak pelayaran antara Jerman dan Jepang sebanyak 4.000 mil dan
sudah ada perusahaan pelayaran yang bersiap-siap untuk membuka jalur pelayaran
melalui rute ini tahun depan.
Wow suatu saat nanti ketika
bumi penuh bencana alam karena efek pemanasan global ini, sebegitu pentingkah
harta yg sekarang kita kumpulkan dengan cara yang tidak baik untuk bumi kita
ini ??? (Sumber:http://www.artiku.com/2008/09/20/es-kutub-utara-mencair/)
Lebih dari 2
Triliun Ton Es Kutub Mencair
Getty
Images/Uriel Sinai
Es di Greenland yang kian menyusut karena pemanasan global
LEBIH dari dua triliun ton
es di Kutub Utara dan Kutub Selatan mencair sejak tahun 2003. Hasil pengukuran
menggunakan data pengamatan satelit GRACE milik NASA itu menunjukkan bukti
terbaru dampak dari pemanasan global.
“Antara Greenland,
Antartika, dan Alaska, pencairan lapisan es telah meningkatkan air laut
setinggi seperlima inci dalam lima tahun terakhir,” kata Scott Luthcke,
geofisikawan NASA.
Dari pengukuran tersebut,
lebih dari setengahnya adalah es yang sebelumnya ada di Greenland. Selama lima
tahun, es yang mencair dari Greenland tersebut mengalir ke Teluk Chesapeake dan
mengalir ke laut lepas. Bahkan menurut Luthcke, pencairan es di Greenland akan
berlangsung semakin cepat.
Mencairnya es di daratan
sebenarnya tak berpengaruh langsung terhadap kenaikan muka air laut di seluruh
dunia seperti mencairnya lautan beku. Pada tahun 1990-an, pencairan es di
Greenland tidak menyebabkan peningkatan air laut yang berarti.
“Namun, saat ini Greenland
turut meningkatkan setengah milimeter tingkat air laut per tahun,” kata ilmuwan
es NASA Jay Zwally. “Pencairan terus memburuk. Ini menunjukkan tanda yang kuat
dari pencairan dan amplifikasi. Tidak ada perbaikan yang terjadi,” lanjut
Zwally.
Para ilmuwan NASA
mempresentasikan temuan baru mereka pada konferensi American Geophysical Union
di San Fransisco minggu lalu. Dengan menganalisis perubahan iklim, secara umum
para ilmuwan akan melihat yang terjadi beberapa tahun untuk menentukan tren
secara keseluruhan. (Sumber:http://sains.kompas.com/read/2008/12/29/16204469/lebih.dari.2.triliun.ton.es.kutub.mencair)
Es di Kutub
mencair dan runtuh: akibat pemanasan global.
Nah… sebelum terlambat, mari
kita peduli
Tanamlah pohon sebanyak-banyaknya, kurangi pemakaian kertas atau tissue,
hematlah terhadap energi.
jangan biasakan menggunakan
kendaraan saat bepergian dengan jaak yang dekat.
siapa lagi yang akan menyelamatkan bumi selain kita yang menghuninya, demi masa
sekarang dan masa yang akan datang, masa dimana anak-anak kita akan tumbuh.
let’s start global cooling…(Sumber: http://yukez.wordpress.com/2009/01/25/es-di-kutub-mencair-dan-runtuh-akibat-pemanasan-global/)
Betapa
Dahsyat Bila Kutub Es Mencair
Dampak efek rumah kaca yang
menyebabkan terjadinya pemanasan global bukan permainan kata untuk
menakut-nakuti manusia. Selain akan terjadi hujan asam, di hampir sebagian
besar belahan dunia, dampak paling buruk peristiwa memantulnya sinar matahari
sebelum sampai ke bumi, yaitu mencairnya dataran es di dua kutub. Akibatnya
jangan tanya. Gelombang pasang air laut akan segera menyapu separuh daratan se
jagad raya.
Peneliti di Badan Antariksa
Nasional Amerika Serikat, NASA dan National Snow and Ice Data Center di
Colorado, menipisnya lapisan es di Kutub Utara, melansir temuan yang membuat
kita was-was. Lapisan es di Kukub Utara yang tadinya setebal 680.400 kilometer
persegi menyusut drastis 43 persen dibanding tahun lalu. “Tahun lalu jumlah es
dengan struktur bentukan kategori muda berkisar 70 persen, saat ini telah
mencapai 90 persen,” kata peneliti Ice Data Center, Walt Meier.
Padahal, masih menurut para
peneliti ahli, pada musim dingin bertambah 15 juta meliputi 150.000 kilometer
persegi. Atau sekitar 720.000 kilometer persegi lebih kecil dibandingkan dengan
kondisi rata-rata daratan es di wilayah Kutub utara pada tahun 1979 dengan
tahun 2000.
Kondisi semacam itu, papar
Meier dalam makalahnya, menyebabkan air laut meninggi dan akan menyapu hampir
sebagian luas daratan pantai di belahan bumi. Bisa dibayangkan bila ketebalan
es tiga meter atau lebih yang berada di Kutub Utara tiba-tiba mencair bersamaan
akibat pemanasan global, berapa meter persegi luas daratan terendam. “Kita
tidak siap menghadapi hal-hal terburuk ketika bencana itu datang pada musim
panas tahun depan. Kita benar-benar dalam situasi yang sangat genting saat
ini,” ujarnya.
Peringatan bernada mengancam
dari para ilmuwan itu bukanlah mengada-ada. Sebab mereka memiliki data akurat
tentang proses melelehnya es di belahan Kutub Utara. Kecerobohan para pemilik
modal di negara-negara industrialis dituding menjadi salah satu penyebab utama
melelehnya lapisan es di Kutub Utara maupun Selatan.
Mereka dituduh menjadi salah
satu pelaku perusakan ekosistem global yang mengakibatkan temperatur planet
bumi semakin bertambah panas setiap tahun. Mestinya, papar peneliti dan
sekaligus Manager Program Wilayah Kutub NASA Tom Wagner, mereka menyadari
fungsi bongkahan es di dua Kutub Utara-Selatan sebagai pemantul sinar matahari
dari Bumi.
“Mestinya mereka menyadari
kalau bongkahan daratan es, yang menyerupai lautan, sebenarnya berfungsi
sebagai pemantul alami sinar matahari dari Bumi. Kalau esnya mencair, sinar
matahari tidak akan terpantulkan kembali ke udara. Dengan demikian panas
matahari akan langsung terserap oleh lautan dan menambah panas temperatur
planet,” tandas Tom.
Kecepatan melelehnya
bongkahan es di Kutub Utara juga dialami di belahan Kutub Selatan. Bahkan tidak
sampai puluhan tahun, bongkahan “cadas es” yang kokoh di kutub ini telah lenyap
disapu panas. Cadas es yang dulunya merupakan tonggak keperkasaan Kutub Selatan
di ujung bumi wilayah Selatan tampaknya tidak tahan terhadap gempuran sinar
matahari. Tidak hanya itu, gletser di daerah tebing pegunungan es Kutub Selatan
pun juga ikut-ikutan mencair terimbas pemanasan global. Kondisi semacam, ujar
peneliti kawasan kutub dari Inggris, tentu sangat memprihatinkan.
“Apalagi daerah Wordie Ice
Shelf yang rontok sejak tahun 1960-an, juga telah lenyap dari pandangan mata.
Selain itu ditemukan di bagian Utara “Larsen Ice Shelf” juga telah raib.
Sementara itu luas daratan es sekitar 8.300 kilo meter persegí, kini mulai
terpisah dari induknya “Larsen Shelf” sejak tahun 1986 lalu,” tulis laporan
ilmiah US Global Survey (USGS) dan British Antartic Survey.
Keadaan mencemaskan itu tak
urung mengundang kecemasan kalangan pemerintah Amerika Serikat, Australia dan
Ingris sebagai negara industrialis perusak lingkungan terbesar dunia. Menteri
Dalam Negeri AS Ken Salazar dalam suatu kesempatan dalam pertemuan kepala
pemerintahan negara-negara maju di London baru-baru ini, ia mengungkapkan
kecemasannya mengenai pemanasan global.
“Berkurangnya gletser di dua
kutub yang sangat cepat, memperlihatkan ancaman nyata yang sedang dialami
planet kita. Kita tidak memperkirakan perubahan ekosistem global lebih cepat
dari yang diperkirakan sebelumnya. Salah satu solusi mengerem dampak yang jauh
lebih besar, kita harus segera menghentikan efek rumah kaca,” kata Ken Salazar.
Imbauan Ken Salazar, sebagai
Menteri Dalam Negeri AS, tentunya tidak ngawur begitu saja. Sebab jauh-jauh
hari, peneliti gletser ternama dari US Global Survey (USGS) telah mewanti-wanti
tidak lama lagi gletser akan segera mencair dengan kecepatan tak terpikirkan
oleh manusia sebelumnya. “Kecepatan gletser mencair akibat pemanasan global
jauh dari perkiraan para ahli. Bahkan jauh lebih besar dari perhitungan kami,”
ujar Jane Ferrigno.
Itulah sebabnya dalam
pertemuan para pemimpin negara-negara maju dunia baru-baru ini sepakat untuk
menekan emisi buangan yang dapat memperparah efek rumah kaca. Sebab bila tidak
dilakukan, efek yang jauh lebih besar tentu akan melanda benua Australia dan
dataran lain di kawasan Asia. “Kalau ini terjadi, Australia dan dataran lain
negara-negara di kawasan Asia akan tersapu air pasang laut yang sangat
dahsyat,” kata Mc Kahin peneliti senior kawasan Antartika.
Laporan lain yang menguatkan
efek mencairnya lapisan es di dua kutub Utara-Selatan dalam waktu dekat datang
dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang dilansir di
jurnal Geophysical Letters. Para ahli yang tergabung dalam NOAA memperkirakan
es di Kutub Utara diperkirakan akan mencair seluruhnya dalam waktu tidak
terlalu lama lagi.
“Kalau tidak ada upaya
pencegahan pemanasan global, es di Kutub Utara dapat dipastikan akan meleleh
lebih cepat dari waktu yang diperkirakan sebelumnya. Tidak akan lama lagi akan
terjadi,” ujar peneliti kepala Ekspedisi Kutub Utara Jane Ferrigno.
Dalam pertemuan UN Climate
Panel memproyeksikan temperatur atmosfer dunia akan naik 1,8 sampai 4,0
deratjat celsius akibat buangan gas rumah kaca. Bila hal ini dibiarkan terus,
ujar Jane Ferrigno, akibat yang lebih dahsyat akan terjadi melibihi bencana
badai Tsunami beberapa waktu lalu.
“Bila
tidak dicegah, bisa jadi badai Tsunami akan kalah dahsyat dengan efek yang
ditumbulkan mencairnya lapisan es di dua kutub. Selain banjir, kemarau
menyengat dan gelombang arus panas disertai badai akan menyapu dataran rendah
di beberapa belahan dunia. Sementara itu gletser dan lapisan es mencair,
keadaan itu dapat menaikkan seluruh permukaan air samudra dan merendam daerah
dataran rendah,” tandasnya. Nah bagi berhati-hatilah
Daftar Pustaka
https://ahmadsamantho.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar